Perempuan Desa Semakin Dipojokan


Masuknya Industri di desa menyebabkan posisi perempuan semakin marjinal, dan dieksploitasi. Selain kehilangan  status sosial komunalnya, perempuan sering kehilangan suaminya karena harus bekerja di kota sebab di desa tidak tersedia pekerjaan lagi. Perempuan desa di kawasan industri mengalami domestikasi yang semakin tajam. Pembentukan kota baru di karena industri justru mempunya sisi gelap, terutama pada perempuan.

Menurut Marx, hubungan sosial dilandasi oleh hubungan sosial produksi, yaitu suatu usaha sistematis dari mereka yang menguasai produksi untuk menyerap surplus yang dihasilkan oleh produsen. (Ratna Saptari 1997). Pihak yang menguasai sumber produksi adalah kapitalisme internasional melalui perusahaan multinasional. Hubungan sosial produksi dimulai dari eksploitasi hutan-tanah pertanian penduduk, yang menyebabkan penduduk tidak bisa lagi bekerja di sektor agraris.

Perubahan sumber ekonomi pertanian pedesaan menyebabkan terjadi perubahan pekerjaan dan privatisasi hak milik. Perubahan pekerjaan dan privatisasi hak milik ini menyebabkan bergesernya fungsi perempuan dari memegang peran yang sangat berpengaruh secara komunal menjadi semata-mata bekerja secara domestik dalam rumah tangga. Akibatnya perempuan dikontrol oleh lelaki secara ekonomi dan seksualitas. (Ratna Saptari 1997)

Pengontrolan dan domestikasi terhadap perempuan memang merupakan langkah sistematis dari kapitalisme. Ini disebabkan domestikasi dan perubahan perkejaan perempuan dari pertanian ke upahan justeru menguntungkan kapitalisme (Mansour Fakih, 1996).


Pertama, domestikasi atau eksploitasi pulang rumah. Dalam hal ini, perempuan diletakkan sebagai buruh oleh lelaki di rumah tangga. Eksploitasi perempuan di rumah tangga akan membuat buruh lelaki yang dieksploitasi di pabrik-pabrik bekerja lebih produktif. Lelaki tidak lagi memikirkan pekerjaan di rumah tangga dan tangung jawab terhadap anak. Lelaki terfokus bekerja di pabrik untuk mendapat penghasilan yang sebanyak-banyaknya karena fungsinya sebagai kepala rumah tangga yang bertangung jawab penuh terhadap ekonomi rumah tangga.

Kedua, karena perempuan dieksploitasi oleh suami, maka perempuan juga akan mengalami eksploitasi reproduksi buruh. Hal ini terjadi karena perempuan bertugas untuk melayani suami maka fungsi reproduksi buruh akan lebih dominan. Dampaknya adalah jumlah anak akan banyak dengan demikian jumlah buruh akan melimpah. Jika jumlah buruh lebih banyak maka sudah jelas menyebabkan pasar buruh akan lebih murah. Jika tenaga kerja murah maka sudah jelas akan sangat menguntungkan kapitalisme.

Ketiga, pada keluarga miskin perempuan angraris harus merubah pekerjaannya dari pekerjaan sektor pertanian berubah ke buruh upahan. Masuknya perempuan sebagai buruh upahan akan menciptakan lebih banyak buruh cadangan. Banyaknya buruh cadangan ini menyebabkan pasar buruh semakin murah, semakin murah pasar buruh akan berdampak terhadap pasar buruh perempuan. Oleh karenanya multinasional akan memilih perempuan sebagai buruh karena upahnya yang sangat murah. Terutama sekali perempuan muda dan belum kawin.

Kenyataan tersebut menyebabkan posisi perempuan dalam sistem kapitalisme cenderung kontradiksi. Pada keluarga kaya perempuan di bawah kekuasaan suami baik secara ekonomi maupun secara sosial. Pada keluarga miskin perempuan dieksploitasi oleh kapitalisme karena perbedaan seksualitas. (Ratna Saptari 1997)

Berdasarkan pandangan diatas kapitalisme melalui perusahaan multinasional akan melakukan gerakan sitematis kepada dua pilihan diatas terhadap perempuan agraris. Pertama melakukan gerakan domestikasi dengan menekankan buruh lelaki di pabrik sedangkan perempuan desa yang tidak mempunyai keterampilan akan diperkerjakan oleh lelaki di rumah.


Pilihan pertama ini sebenarnya lebih mudah untuk dilaksanakan mengingat kultur dan sistem sosial yang masih bersifat patriakal yaitu kekuasaan berada ditangan lelaki. Apalagi perempuan pedesaan masih sangat patuh kepada aturan sosial patriakal tersebut.


Kedua, mengambil perempuan untuk dijadikan buruh upahan dengan gaji yang sangat rendah. Langkah ini terutama sekali diambil untuk pekerjaan dipabrik atau pekerjaan pemeliharaan di perkebunan. Langkah ini memang memberi kebebasan kepada perempuan secara ekonomi dan mungkin juga penghasilannya, tetapi belum tentu secara sosial. Sementara perempuan tetap dieksploitasi oleh sistem kapitalisme.

Posisi perempuan dalam sistem produksi tahunan ini adalah pada reproduksi rumah tangga, penanaman, penyiangan, pemeliharaan dan pemetikan hasil, pengolahan dan penanaman kembali lahan. Sementara tugas utama lelaki melakukan pembukaan lahan sampai bisa ditanam. Jika lelaki mau juga terlibat dalam aktivitas penanaman sampai ke pengolahan produk akhir, hanya tugas skunder. Sebab lelaki punya tugas tambahan melakukan pekerjaan bulanan sebagai pekerjaan utama.

Kehadiran industri menyebabkan hilangnya pekerjaan bidang pertanian. Para suami tidak lagi berladang dan meneres karet. Begitu juga sungai dan perkarangan sudah juga tidak bisa dimanfaatkan lagi. Kehilangan sumber-sumber pekerjaan ini menyebabkan perempuan atau para isteri kehilangan pekerjaan skundernya dahulu. Untuk akses ke industri umumnya mereka tidak mempunyai keterampilan yang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh industri.

Kehilangan pekerjaan skuder ini menyebab perempuan secara otomatis pulang ke rumah. Adapun penjelasan mengapa perempuan di kawasan Industri mengalami proses pulang ke rumah. Para isteri yang bekerja dianggap sebagai cerminan ketidak mampuan lelaki dalam menghidupi keluarga. Ketika para suami mampu menghidupi rumah tangganya dengan menjual tanah, berkebun dan sumber ekonomi baru lainnya, isteri diletakkan kembali kepada posisi status sosial

Selain itu, ternyata kehadiran industri menyebabkan menurunnya pelindungan alat reprodsuksi perempuan akibat prilaku seks yang salah. Kalau dahulu para suami menganut paham monogami atau berhubungan seks hanya dengan pasangannya saja. Tetapi sekarang prilaku hubungan seks menjadi beragam, seoarang lelaki selain berhubungan dengan pasangaanya juga berhubungan seks dengan wanita penjaja seks di lokalisasi.. Siapa yang peduli?***

Tidak ada komentar:


my lovely wife