PERTARUNGAN RZ-HA MENGUAT
Rawa
El Amady
Sejak
terjadinya Musyawarah Luar Biasa (MLB) Golkar Riau, terkesan peta politik di
Riau berubah. Benarkah demikian? Tidak, karena beberapa alasan. Pertama, secara tradisional politik Riau dipengaruhi
oleh geopolitik yang berbasis etnisitas. Geopolitik Riau setidaknya terbagi
menjadi empat area politik yang penting, meliputi Riau 1) Pesisir (Bengkalis,
Siak, Rohil, Meranti dan Dumai), 2) Riau Daratan (Pekanbaru, Kampar, sebagian
Pelalawan, dan Sebahagian besar Kuansing),
3) Riau Timur (Inhil, Inhu dan sebahagian Kecil Kuansing). 4) Cover Area yaitu rembesan
dari ketiga area tadi karena alasan etnis, dan pecah kongsi (berada di seluruh
are geopolitik).
Lihat
kecenderungan politiknya, wakil Rusli Zainal
periode pertama adalah Wan Abu Bakar
yang merupakan zona geopolitik Riau Pesisir, dan periode kedua, Mambang
Mit, yang berada pada satu zone geopolitik karena pengalamannya pada periode
pertama yang dikenal tidak akur. Herman
Abdullah cepat-cepat merangkul zona Riau Pesisir dengan memilih wakilnya dari
Dumai, pilihan Herman ini tepat sebab kalau di kalkulasi jumlah suara dari zone Riau Pesisir dengan Zone Riau
Daratan (Kampar) sudah memadai untuk memenangi gubernur Riau.
Kedua, secara budaya politik sebenarnya tidak
terdapat hubungan langsung antara elit politik dengan rakyat pemilih. Elit politik yang muncul di permukaan adalah
elit yang berada pada tiga zone geopolitik utama. Sementara, yang zone ke empat
hanya menempati posisi sebagai wakli, misalnya basis etnis Jawa (kecuali
Inhu) baik di kabupaten maupun calon
Gubri selalu berada pada posisi wakil.
Apapun yang terjadi di elit tidak mempengaruhi pada rakyat pemilih, karena memang elit di Riau
tidak memiliki basis akar politik hanya berbasis zone geopolitik.
Ketiga,
missi utama pilgubri 2013 adalah penyelamatan elit politik dari ancaman
KPK. Sebab itu, masing-masing elit
bermasalah akan memasang calon gubenur yang loyal kepada sindikasi korupsi
berjamaah tersebut agar KPK tidak merembet ke mana-mana. Jadi apapun yang terjadi di tingkat elit
tersebut hanya langkah-langkah
strategis sebagai mekanisme pertahanan
diri.
RZ VS HA
Menurut
pengamatan subjektif saya, pertarungan
yang sengit masih antara Herman Abdullah (HA) dengan Rusli zainal. Atau kalau
diturunkan lagi pertarungan elit yang dipresentasikan melalui geopolitik.
Pertarungan yang sengit justeru terjadi
antara Riau Daratan dengan Riau Timur,
yang diwakili oleh Herman Abdulah cs dan Rusli Zainal CS.
Rivalitas
ini sangat kelihatan mulai dari
perebutan wali kota 2011. RZ dengan
mudahnya melengserkan posisi HA dan menggantikannya dengan Indra Mukhlis Adnan,
dan meletakan ketua Golkar Pekanbaru
sebagai calon wakil wali kota yang wali kotanya sendiri isterinya sendiri.
RZ pun mengkooptasi pimpinan partai ”besar”, Golkar dipimpin oleh saudaranya,
PAN dimpimpin oleh bekas bawahannya, Demokrat dipimpin oleh mitranya. Sementara PKS dan PAN mengusung Firdaus MT
yang jelas-jelas dibawa RZ dari Jakarta.
Pada
pilgub 2013 inipun, RZ memasang banyak
kaki untuk menjegal HA. HA jelas-jelas tidak bisa masuk sebagai calon dari
partai “besar” seperti PDIP, Golkar,
Demokrat, PAN dan PKS. HA hanya bisa masuk sebagai calon dari partai kecil dan
umunya tidak dapat suara di DPR RI, alias hanya di fraksi gabungan atau yang
tidak punya wakil di DPRD. Menariknya RZ
seolah-olah menarik diri dengan diambil alihnya Golkar oleh Anas Makmun,
ternyata ini cara RZ untuk memasukkan Idra Muchlis di PDIP, yang terdengar
khabar akan mencalonkan diri dari PDIP.
Selain itu, calon-calon
yang muncul ke permukaan adalah orang-orang yang mempunyai sejarah ke dekatan
dengan RZ, baik secara politik maupun secara kekeluargaan. Lihatlah, Achmad, Indra Adnan, Lukman Edi,
Syamsu Rizal dan Zukarnain Kadir, dan termasuk Mambang Mit. selama ini selain
dekat secara keluarga, diketahui dekat dalam urusan pribadi dan dekat dalam
urusan politik dan jabatan tentu saja selama ini mendukung penuh semua
kebijakan RZ.
Khusus untuk Mambang Mitt, memang ada kemungkinan keluar
dari gerbong RZ karena mendapat gerbong baru Partai Demokrat. Namun demikian
hubungan yang terbangun dengan Rusli Zainal selama ini tentu tetap berpengaruh
secara politik dan pribadi. Harus diingat bahwa RZ lah yang mengajak Mambang
Mit menjadi wakil Gubernur. Semua calon tersebut, berperan
penting untuk memecahkan suara HA yang
menyebabkan HA berpeluang besar akan kalah karena HA masih berkutat dengan keyakinan mendapat
dukungan suara terbanyak dari masyarAkat.
Di sini lain di Riau
sudah mulai tersiar antar
bakal calon akan saling membongkar kebobrokan. Karena itulah alat peran mudah
yang untuk mengalah lawan politik tanpa perlu bekerja lebih keras. Maka
menjelang pelaksanaan pemilihan gubernur Riau, kita akan dihebohkan dengan
kasus-kasus korupsi, kasus moral lainnya yang akan bersentuhan langsung atau
tidak langsung dengan bakal calon.
Terlepas
itu semua, saya membutuhkan calon seperti Jokowi untuk mengatur Riau. Jokowi di
Riau ternyata belum juga muncul ke permukaan.
Nah bagaimana?
SALAH URUS DI PERBATASAN
Negara
yang Memberatkan
“sejak
kebijakan pebatasan hubungan dangang antara penduduk di pesisir bengkalis
dengan Malaysia di larang, tejadi penurunan kesejahteraan nelayan, karena ikan
harus dijual ke dumai yang jarak tempuhnya lebih jauh yang mengakibatkan ikan
membusuk dan harga ikan yang rendah. Sebelum ada larangan penjualan ikan secara
langsung ke Malaysia, nelayan lebih sejahtera, karena transasi ikan di tengah
laut sehingga menjual ikan dalam keadaan
segar dan harga ikan dijual dengan harga ringgit yang nilai lebih tinggi” (wawancara
dengan nelayan, 2002)
Kutipan
hasil wawancara tersebut menggambarkan banyak hal, menurut interpreatsi saya pertama,
kekeceawaan kepada bangsa dan negara Indonesia. Kekecewaan ini mempunyai
dampak yang significan bagai menumbuhkan rasa kebangsaan. Bangsa ini membuat
hidup mereka lebih sulit sehingga menghilangkan rasa kebangaan sebagai warga
negara Indonesia.
Kedua,
kebijakan pelarangan transaksi di laut tersebut akan menimbulkan perlawanan
baik secara terang-terangan, maupun secara diam-diam. Misal, tidak menghiraukan
informasi tentang Indonesia dengan tidak mengakses informasi tentang Indonesia
di televisi, radio dan internet. Maka sangat wajar jika penduduk di daerah
perbatasan tidak tahu siapa presiden Indonesia, siapa gubernur dan budpatinya,
tidak lapal lagu Indonesia dan tidak sedikitpun tentang Indonesia.
Ketiga,
akan menyuburkan penyeludupan, baik berupa memasukan barang ke Indonesia maupun
menjula barang ke Malasyia dan Singapura. Ini terjadi karena penduduk
perbatasan sudah tentu tidak akan melakukan pengawasan terhadap penyeludupan
tersebut karena memang tidak menguntungkan baik ekonomi maupun sosial. Selain
itu, penduduk justeru merasa lebih penting bertransaksi ke pihak luar daripada
ke dalam, karena selain tidak tersedia harga juga mahal.
Keempat,
kebijakan Indonesia tidak berorientasi pada kepentingan kesejahteraan
masyarakat tetapi berorientasi pada kekuasaan dan kedaualatan negara yang hanya
dipahami oleh petinggi negara saja.
Kelima,
pembangunan pertahana secara fisik saja
akan memudahkan terganggungnya kedaulatan negara, karena rendahnya rasa
kebangsaan penduduk perbatasan disebabkan negara yang tidak membela kepentingan
mereka.
Lima
interpretasi diatas secara jelas mengambarkan
permasalahan di wilayah perbatasan Indonesia. Pertama, tidak sinerjinya
konsep kebangsaan dengan kesejahteraan rakyat.
Pemerintah merubah budaya transaksi ekonomi dari budaya lokal ke
transaksi terpusat. Akibatnya penduduk
tempatan kehilangan akses ekonomi dan meningkatnya kemiskinan. Akses ke pasar luar dihapus sementara akses
dalam negeri tidak diadakan.
Kedua,
menyempitkan ruang kewarganegaraan. Ada semacam ancaman yang tidak bisa
dirasakan secara langsung, bahwa melakukan transaksi ekonomi ke pihak luar
tanpa hadir negara merupakan indikasi melemahnya nilai kebangsaan. Padahal
nilai kebangsaan berkorelasi positif terhadap tingkat kesejahteraan dan
kehadiran negara untuk mendapat kemudahan-kemudahan. Kita belum melihat negara
hadir untuk penduduk yang ada diperbatasan tersebut, bahkan cenderung melihat
penduduk sebagai ancaman karena sering bertransaksi ke luar tersebut.
Ketiga,
salah paham tentang konsep pertahanan,
pertahanan selalau diartika kehadiran perangkat militer, baik TNI maupun senjata. Padahal pertahan yang paling cocok untuk
diwilayah perbatasan adalah pertahanan semesta. Penduduk perbatasanlah menjadi
unjung tombak pertahana Indonesia. Pada kenyataannya, personil TNI dan senjata
di kerahkan, tetapi prilaku korupsi pejabat yang memberi ruang kepada pelaku
ilegal loging tumbuh subur. Ekonomi masyarakat di persulit, tetapi diberi akses
yang besar untuk menjadi alat ilegal loging.
Kalau
membaca makalah-makalah dan tulisan tentang permasalahan perbatasan, lebih
menjurus kepada permasalahan teknis, seperti kemiskinan, infra struktur yang
terbatas, dan transaksi ke luar negeri.
Menurut saya permasalah tersebut hanya sebagai efek dari permasalahan
yang saya kemukakan tadi.
Negara harusnya sudah
merubah cara pandang dalam melihat daerah perbatasan, terutama pemahaman
tentang kebangsaan dan strategi
pertahanan. Kebangsaan harus diterjemahkan melalui pemerataan kesejahteraan
diseluruh wilayah Indonesia. Kebangsaan tidak lagi semata-mata penduduk yang berada
diwilayah Indonesia dinyatakan sebagai warga bangsa, tetapi seluruh penduduk harus
mendapatkan kesejahteraan dan kemudahan-kemudahan sebagai warga negara
Indonesia. Pertahanan harus dipahami sebagai pertahan semesta.
Kesejahteraan
Untuk Kedaulatan
Jika
demikian keadaannya
masih
pentingkah mebahas perbatasan? Secara antropologi kata perbatasan lebih dekat dengan terminologi
kekuasaan. Batas-batas yang dibuat menjadi petanda besar kecilnya
kekuasaan sebuah suku bangsa. Batas-batas tersebut juga merupakan arena
pertarungan sumberdaya ekonomi, meliputi
kepemilikan lahan/tanah, serta sumberdaya ekonomi yang ada di dalamnya.
Termilogi
kekuasaan tersebut juga tercermin dalam budaya pertahanan pada masing-masing
suku. Misalnya suku dayak, mangkok merah di Kalimantan Barat[1], budaya
siri yang dianut oleh masyarakat Bugis, dan konsep-konsep pertahanan dari
etnis_etnis yang ada diperbatasan.
Di
luar dari kepentingan kekuasaan, batasan hampir tidak memiliki makna pada
karakter dasar kebudayaan manusia. Mengapa demikian, sejarah kebudayaan manusia
dimulai dari kebudayaan yang berpindah-pindah, ke mudian ke kebudayaan menetap
lalu kembali ke kebudayaan berpindah-pindah dalam format yang berbeda. Seperti
yang kita kenal sekarang konsep dunia tanpa batas (borderles). Manusia hanya dikungkung oleh sistem hukum
internasisonal tentang batas kekuasaan suatu negara.
Uraian
diatas menjawab pertanyaan “pentingkah membahas
batas negara?”, bahwa batas negara menjadi penting untuk pertahanan
nasional. Tetapi fokusnya bukan pada
perbatasan, karena perbatasan hanyalah sebuah garis yang memisahkan kedaulatan antar negara. Persoalan penting yang perlu dibahas adalah
bagaimana penduduk di perbatasan merasa bagian dari negara republik Indonesia. Pertahanan perbatasan adalah faktor
pendukung kedaulatan dari rasa
kebangsaan yang harusnya dimiliki oleh penduduk perbatasan.
Penduduk
perbatasan baru bisa merasa bangga
sebagai warga negara Indonesia jika kehadiran negara mempunya arti positif
untuk kesejahteraan, kemudahan dan kenyamanan. Tentu langkah penting yang perlu
dilakukan adalah pertama, perbaikan
akses pendidikan. Bahwa seluruh warga perbatasan harussampai ke pendidikan
tertinggi yang dibiayai negara. Negara
harus hadir untuk penyelenggaran pendidikan hingga perguruan tinggi.
Kedua,
negara memfaslitasi transaksi ekonomi di daerah perbatasan. Jika akses ke pasar
dalam negeri terbatas, seperti di Bengkalis dan Kepulauan Riau, maka negara
harus memberi ruang transaksi ekonomi tersebut dengan tidak menggangu
kedaulatan negara. Misalnya di tengah
laut disediakan fasilitas penanan transaksi dan perlidungan bagi nelaya atas
kejahatan perdagangan mereka. Sehingga
nelayan tidak perlu lagi ke Dumai untuk memenuhi persyaratan negara dalam
transaski ekonomi.
Ketiga,
infrastruktur infomasi dan jalan. Ini penting untuk membuka akses bagi penduduk
perbatasan untuk mendapat kemudahan sebagai warga negara Indonesia.
Keempat, negara harus membangun metoda pertahanan yang
berbasis kearifan lokal. Bukan semata-matahan dari TNI dan polisi saja.
Kelima,
sudah sepantasnya pemerintah menyedikan garis satelit di batas negara tersebut,
dengan basis satelit pergerikan kecilpun bisa diketahui.
Keenam, pemerintah harus menyadari bahwa basis budaya
diperbatasan adalah berada dalam geneliogi. Bahwa mereka yang ada di Malaysia,
Timor Leste mempunyai hubungan keluarga yang kuat dengan warga perbatasan di
Indonesia. Sebab itu lalulintas perbatasan yang berbasis keluarga dan budaya
ini harus apresiasi secara cermat sehingga hubungan tersebut justeru memperkuat
hubungan antar negara dan perlindungan atas kedaulatan negara.
Sekian, dan terima
kasih.
[1] Mangkok merah adalah, yaitu sebuah wadah sejenis mangkok keramik
berwarna putih yang diisi darah segar dari binatang anjing, bulu ayam, sebatang
korek api, dan sepotong daun atap rumbia dikirim secara estafet dari orang ke
orang dan dari satu kampung ke kampung lain. Sebagai isyarat bagi penerima
mangkok merah tersebut,penerima segera keluar rumah masing-masing lengkap
dengan senjata radisonal untuk melakukan
siaga penuh menghadapi musuh serta langsung mencari musuh untuk dibunuh. Syarifudin
Tippe, 2012, Antropologi Pertahanan, Sebuah
Strategi Human
Capital Management di Kawasan
Perbatasan, disampaikan dalam Seminar Nasional “Memelihara
Cinta di Ujung Negeri” dengan
Subtema:
“Peran Strategis Pembangunan Sebatik sebagai Kota Persiapan Mandiri Ditinjau
dari Sistem
Pertahanan
dan Keamanan Nasional Indonesia”, yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Administrasi Negara
(Himanega) FISIP Unmul, 23 Februari 2012, di Lamin Etam, Samarinda
HAPUS UPAH MINIMUM !!!!
Rawa El Amady
Setiap tahun, setiap bulan
oktober dan november Indonesia dihebohkan oleh demonstrasi buruh.
Buruh punya pekerjaan tambahan di bulan
tersebut melakukan demo besar-besaran. Tuntutan buruh hanya terfokus pada peningkatan upah minimum
provinsi. UMP/K menjadi pemicu utama
demo para buruh setiap akhir tahun. Setelah
itu, pada awal tahun pengusaha mengkerutkan kening, menghitung kemampuan financial
dan tentu saja akan mengurangkan jumlah pekerja.
Kebijakan UMK mempunyai dampak negative bagi pengembangan
wiraswasta dan peningkatan kwalitas pekerja. Saya punya tiga alas an yang
menurut saya sangat kuat:
Pertama, kebijakan UMP/K memanjakan buruh yang pemalas. Setiap tahun
selalu terjadi kenaikan gaji berkala karena kebijakaan UMP/UMK bukan karena
prestasi. Akibatnya akan menurunkan kualitas buruh yang professional, karena gaji yang dia terima bukan berdasarkan
prestasi atau profesionalitas tetapi berdasarkan kebijakan pemerintah. Akibatnya bagi yang malas bekerja dan hobinya
berpolitik praktis yang mengagas demo untuk kenaikan gaji terus menerus.
Apa yang terjadi? Mayoritas
generasi muda tidak fokus pada pengembang diri ke dunia usaha tetapi ke dunia
kerja. Sebab di dunia kerja dimudahkan oleh kebijakan UMP/K yang dipastikan
naik setiap tahunnya. Selain itu, sekali lagi, bahwa terjadinya penurunan kwalitas
tenaga kerja karena tidak terjadinya persaingan kwalitas tenaga kerja. Toh yang
baik dan yang buruk, yang rajin dan yang malas bisa dipastikan selalu naik
gajinya karena kebijakan UMP/UMK. Dari sisi ini kebijakan Ump/UMK berdampak negative.
Kedua, buruh yang demo terus menerus tersebut adalah buruh
perusahaan menengah dan perusahaan besar. Buruh perusahaan kecil, usaha kecil,
usaha rumah tangga, mau tidak mau terwakili oleh kepentingan buruh di perusahan besar tersebut. Kebijakan UMP/K yang perhitungan berdasarkan
kemampuan perusahaan menengah dan besar. Akibat perubahan UMP/K terjadi terus
menerus setiap tahun maka usaha kecil dan usaha rumah tangga kesulitan merencanakan
pengembangan usaha ke depan. Konsekwensi adalah terjadi peningkatan harga
produksi karena kenaikan upah. Jika kenaikan gaji diikuti oleh kenaikan harga
maka akan terjadi inflasi, itu artinya sebesar
apaun gaji yang diperoleh nilainya tetap sama. Seharusnya peningkatan gaji tidak diikuti
oleh peningaktan inflasi.
Ketiga, kebijakan UMP/K menjadi arena kepentingan politik rezim.
Rezim main mata dengan pengusaha besar dalam penentuan nilai UMP/K. Lihatlah
dimana UMP/K rendah pasti tingkat partisipasi politik rendah, rezimnya cenderung
otoriter dan korup. Ketika menjelang pemilu maka para politisi ini memanfaatkan
momen kebijakan UMP/K ini berpihak kepada buruh sedang pengusaha dirugikan.
Kenaikan yang cukup tinggi 44% UMP/K Jakarta tidak terlepas dari gaya
kepemimpinan demokratis di Jakarta sekarang ini, pada era Fauzi Bowo UMP/K jakarja masih 1,5 juta rupiah. Ini
berarti kebijakan UMP/K hanya kebijakan yang akan merepotkan buruh, pengusaha
dan pemerintah saja setiap tahunnya.
Dengan tiga alasan diatas sangat
kuat keyakinan saya agar kebijakan UMP/K tersebut dihapus saja. Diganti oleh
kebijakan yang lebih manusiawi, jangka panjang dan lebih jelas keberpihakan
kepada kesejahteraan masyarakat.
Seorang teman menuliskan pesannya kepada saya bahwa UMP
diperlukan bagi Indonesia untuk membela kesejahteran buruh dari
kesewenang-wenangan pengusaha. Memang apa yang disinyalir teman tersebut benar
adanya, tetapi tidak mestinya permasalahan kriminalitas yang dilakukan
pengusaha kepada pekerja dijawab dengan kebijakan UMP/K.
Belajar dari perkembangan usaha
di Eropah, di Malaysia dan Singapura, seahu saya tikenal adanya istilah upah
minimum. Seorang pengusaha memang harus membayar pekerja dengan perhitungan
yang rasional, perhitungan kebutuhan hidup pekerja dan perhitungan kemampuan
perusahaan. Karena tenaga kerja susah dicari, sebab itu nilai pekerja menjadi tinggi. Selain itu, para pekerjapun menawarkan
kwalitas yang mumpuni.
Bagi perusahan, nilai bayaran yang diberikan
kepada pekerja harus menguntungkan.
Misalnya kalau saya berani gaji karyawan 5 juta rupiah perbulan, maka
karyawan tersebut harus mendatangkan keuntungan bagi saya lebih dari 5 juta
rupiah perbulan. Kalau justeru sebaliknya maka pekerjaa tersebut harus
diganti. Kebijakan UMP/K membatalkana
rasio perhitungan seperti ini.
Saya merasa kebingungan juga
melihat format kebijakan buruh ini,
karena institusi penanganan masalah buruh ini dipisahkan dengan institusi industry,
dunia usaha, koperasi dan usaha
kreatif. Padahal seharusnya hal itu
tidak terpisahkan, karena tidak mungkin
membahas industry, UKM (usaha kecil menengah), koperasi dan usaha kreatif tidak
mempertimbangakan buruh sebagai actor utamanya. Harusnya perencanaan industry, UKM, koperasi,
usaha kreatif dan sebagainya berada para kerangka pengembangan kwalitas
tenaga kerja.
Indonesia harus membangun industri
besar, kecil dan menengah, usaha kreatif dan koperasi yang ditujukan untuk
menampung jumlah tenaga kerja yang tersedia.
Pada dasarnya pemerintah harus mampu menyediakan lapangan kerja lebih
banyak dari jumlah pekerja yang tersedia. Seperti yang terjadi di Singapura dan
Malaysia…..
Malaysia Negara Tanpa Identitas Kultural
Opini . Rawa
El Amady
“Teman saya,
bercerita: dia punya pengalaman menarik ketika dari stasiun kereka api naik
taksi hendak ke Keduataan Indonesia. Sopir taksi, seorang warga Malaysia dan
suku melayu, heran-heran ketika dikasih tahu bahwa dia orang Indonesia. Kata
sopir taksi ke teman ku itu, orang Indonesia yang dijumpai di Kuala Lumpur
tidak pernah berpakaian rapi dan necis. Teman ku itu
menjelaskan bahwa dia bukan pekerja, tapi mahasiswa. Si Sopir taksi malah balik
bertanya, “di Indonesia tidak ada universitas ya?” Karena kesal,
temanku itu menjawab bahwa satu-satunya orang Indonesia yang kuliah hanya dia
sendiri. Si sopir
tadi memperlakukan teman ku tadi dengan sopan”
Cerita teman saya tadi sangat mewakili pandangan umum
warga Malaysia tentang Indonesia. Bahkan lebih dari itu, jika pernah tinggal di
Malaysia sudah tentu pernah merasakan sikap sentimen sebagian besar rakyat
Malaysia terhadap warga Indonesia. Beberapa dosen bahkan dengan
sengaja menceritakan tentang kemiskinan, keterbelakangan, dan pemerintahan
Indonesia yang bisa diatur dengan uang “pokoknya bisa diatur”. Begitu juga
beberapa mahasiswa pasca yang bertanya apakah di Indonesia ada bioskop, dan
sebagainya. Rasanya aneh ya, Malaysia di Indonesia dikenal sebagai negara yang
maju bidang ekonomi dan pendidikan, tapi pertanyaan sangat terkebelakang.
Kalau mau jujur, bahkan diakui
oleh Pedana Menteri Malaysia sekarang bahwa dirinya berasal dari Indonesia,
begitu juga beberapa raja di Malaysia merupakan keturuanan dari Raja Bugis,
Raja Minang, Raja dari Aceh dan seterusnya. Bahkan beberapa tokoh yang sangat
disegani di Malaysia dalam bidang pendidikan masih sangat jelas dalam
biodatanya menyebut keturunan Indonesia. Tapi kenyataannya generasi kedua dan
ketiga yang keturunan Indonesia sangat tidak mengetahui Indonesia. Padahal,
dalam kehidupan sehari-harinya kultur keluarganya masih sangat kental budaya
Indonesia. Ketidaktahuan tenang Indonesia karena mereka ini dulu berasal dari
kampung, miskin dan tidak berpendidikan di pelosok Indonesia. Sehingga kesannya
tentang Indonesia sebagaimana kesannya ketika dulu dia meninggalkan Indonesia.
Suatu kali saya diundang keluarga
Malaysia yang keturunan Madura, ternyata tata acara pesta di rumah tersebut
persis sepeti perayaan keluarga Madura, padahal keluarga tersebut sudah
generasi ke dua.
Suatu kali saya diundang keluarga
Malaysia yang keturunan Madura, ternyata tata acara pesta di rumah tersebut
persis sepeti perayaan keluarga Madura, padahal keluarga tersebut sudah
generasi ke dua.
Berbeda dengan Amerika Serikat, migran yang
datang ke Malaysia dengan tiga alasan, pertama, hubungan kekerabatan khususnya suku Melayu di
Malaysia mempunyai hubungan kekeluargaan dengan suku Melayu yang ada di
Sumatera, dan Kalimantan, termasuk juga suku bungis yang kemudian banyak
menjadi raja di kerajaan Malaysia.
Kedua, hubungan
pekerjaan, dibawa oleh penjajah Belanda terutama yang dari Jawa untuk bekerja
di perkebunan di Semenanjung, begitu juga pekerja dari India dan China yang
bawa Inggris. Kemudian pada tahun 1980-an, `ketika issu etnis berkembang di
Malaysia, migrasi ke Malaysia menjadi issu politik untuk penyeimbang etnis dari
China. Pada tahun-tahun terakhir ini, migrasi ke Malaysia lebih dominant atas
alasan pekerjaan.
Ketiga, kehadiran buruh
migran dari Indonesia menjadi alat
politik bagi etnis melayu untuk menyeimbang kekuatan kuantitas etnis Tionghoa.
Kehadiran buruh baik legal mauapun ilegel, secara politik menguntungkan Melayu,
secara ekonomi yang memakai tenaga buruh Indonesia adalah etnis Tionghoa. Jelas
sekali bahwa buruh migran yang dituduh sebagai penyebar
masalah bagi Malaysia harus diakui tidak lepas dari skenario dalam rangka
penyimbang politik antar etnis. Jika dari tahun 1980-an Malaysia tidak
kedatangan buruh dari Indonesia maka
keiseimbangan etnis Melayu akan tergeser oleh etnis china dan etnis India.
Tetapi karena politik udara tertutup dan chauvinisme yang dibangun anak-anak
dari warga asal Indonesia menjadi tidak mengerti tentang Indonesia bahkan
menjadi poin melawan dan membenci Indonesia.
Latar belakang para imigran ini
mempengaruhi watak dan cara pandang warga Malayaisa keturunan Indonesia yang
mayoritas di Malaysia mulai dari kelas bawah sampai ke kelompok yang paling
elit dipemerintahan. Mulai dari Raja, kementrian dan professor-profesor berasal
dari keturunan suku-suku yang ada di Indonesia. Kebijakan Malaysia tahun
1980-an yang memutihkan status kewarganegaraan dari illegal kemudian diberi
status kependudukan melalui kartu sebagai penduduk, setelah beberapa tahun
memegang kartu diakui sebagai penduduk kemudian diangkat status menjadi warga
negara. Sementara
itu, sejak bermigrasi ke Malaysia informasi tentang Indonesia tertutup.
Malaysia mulai membangun pondasi
bernegara dengan basis dasar ekonomi, membangun landasan politik udara
tertutup, dan chauvinisme Malaysia. Kita bisa memaklumi mengapa Malaysia
memberlakukan kebijakannya seperti ini. Malaysia memang menghadapi masalah
kultur berbangsa. Tidak ada kultur dasar berbangsa di Malaysia, setidaknya ada
tiga kultur besar di Malaysia, yaitu Melayu, China dan India. Kultur Melayu
lebih 80 persen berbasis kultur etnis yang ada di Indonesia, budaya Minang,
budaya Jawa, budaya Bugis, budaya Banjar, Budaya Madura dan etnis lain yang ada
di Indonesia. Seluruh etnik Melayu diikat dalam satu civiliasi Islam, untuk
memperkecil konflik diatur masyarakat dalam sistem dua sistem besar Islam dan
non Islam.
Malaysia perlu melihat problem
ini, dengan jalan mengurung budaya mereka ini sebagai budaya asal di Malaysia.
Ketika terjadi konflik budaya reog ponorgo dan beberapa tari, serta nyanyian
daerah diakui sebagai budaya mereka, sumbernya adalah terputusnya informasi
tentang asal keturunan mereka. Pemerintah Malaysia berhasil menjadikan warga
yang berasal dari Jawa mengerti mereka berasal dari Jawa tetapi tidak begitu
mengerti kalau Jawa itu bukan di Malaysia atau memutus informasi bahwa budaya
yang mereka anut berasal dari budaya Jawa yang ada di Indonesia. Informasi
tentang Indonesia sangatlah terbatas diketahui, bahkan generasi pertama yang ke
Malaysia hanya punya informasi tentang Indonesia hanya sebatas desa tempatnya
berada dan pengalaman sepanjang jalan menuju Malaysia.
Kehadiran buruh migran dari
Indonesia yang seakrang dituduh sebagai penyebar masalah bagi Malaysia harus
diakui tidak lepas dari skenario dalam rangka penyimbang politik antar etnis.
Jika dari tahun 1980-an Malaysia tidak kedatangan buruh dari Indonesia maka
keiseimbangan etnis Melayu akan tergeser oleh etnis china yang sudah pasti bisa
bergabung dengan etnis India. Tetapi karena politik udara tertutup dan
chauvinisme yang dibangun anak-anak dari warga asal Indonesia menjadi tidak
mengerti tentang Indonesia bahkan menjadi poin melawan dan membenci Indonesia.
Untuk membangun identitas dan budaya bangsanya,
malaysia tidak ada pilihan, kecuali mengungkung warga dari informasi dari luar
melalui kebijakan langin tertutup, otoriter terhadap media dan masyarakat
sehingga media memberitakan yang baik-baik dan hebat-hebat tentang Malaysia. Sebaliknya memberita yang jelek-jelek tentang negara lain terutama
Indonesia. Secara internal masyarakatnya tidak ada yang bisa dibanggakan oleh
Malaysia, raja-rajanya, menteri-menterinya tokoh ilmuannya umumnya berasal dari
keturunan Indonesia. Mereka tidak pernah berperang, merdeka dengan mudah dihadiahi
Inggeris jadi tidak ada sejarah patriot yang bisa disampaikan kepada anak cucu
mereka. Secara etnis mereka tersaingi oleh etns china
Kalau orang Indonesia memandang kesamaan antara Malaysia dan Indonesia adalah sikap yang salah besar, pilosofi serumpun bagi Malaysia adalah serumpun bambu, yang berarti serumpun bambu tidak mesti sama. Malaysia harus jadi batang bambu yang tinggi dan besar tidak peduli batang bambu nya itu mengurangi bahkan menyebabkan rumpun bambu yang lain mati. Bagi malaysia konsep serumpun itu baru berguna jika menguntung negara mereka, tidak ada toleransi sedikitpun bagi malaysia kalau itu merugikan mereka bahkan mereka harus mengambil hak batang bambu yang lain agar bisa lebih besar dari batang bambu yang lain.
Langganan:
Postingan (Atom)