Jargon Para Pembohong



Rawa El Amady

Sering sekali kita mendengar jargon “demi kepentingan rakyat”, “Atas kepentingan rakyat”, “mendahulukan kepentingan rakyat”. Jangan mau tertipu dengan jargon tersebut, karena pada kenyataannya jargon tersebut tidak akan pernah ada dalam kehidupan nyata. Sangat mudah sekali membukaktikannya bahwa penyampai jargon tersebut adalah pembohong besar. Lihat siaran di televisi, para politisi, aktivis dan lainnya yang selalu meneriakan jargon tersebut, justeru yang paling banyak berurusan dengan KPK (Komisi Pemberatasan Korupsi).

Para antropolog, dan sosiolog sangat jelas menyampaikan bahwa setiap orang bertindak atas dasar kepentingan pribadinya.  Jadi kalau ada yang mengatakan rela mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan masyarat, pastilah kata-kata itu keluar dari pembohong besar.  Pernyataan  rela mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan masyarakat bertolak belakang dengan naluriahnya manusia. Ini artinya apa yang diucapnya tersebut suatu yang mustahil dan mengada-ada.

Seseorang yang jujur pastilah akan menghindari kata-kata diatas, sebab jika dia menggunakan jargon-jargon di atas sudah pasti akan mengusik nuraninya dan akal sehatnya. Sudah sangat pasti setiap orang menginginkan mencapai kepentingannya atas apa yang dilakukannya. Buktinya, banyak sekali ungkapan kekecewaan, umpatan, dan propaganda yang menghasut atas kegagalan pencapaian yang diinginkannya.

Bercermin di media televisi, internet dan koran barisan-barisan yang tidak henti-hentinya menghujat, ternyata mereka yang gagal dalam merebut jabatan politik dan pemerintahan. Padahal ketika kampanye pada proses politik, jargon-jargon demi rakyat menjadi kata-kata yang diungkapnya hampir setiap detik. Bahkan ketika mengungkapkan kekecewaannya di media massa masih saja memakai jargon tersebut.

Benarkah kita berjuang untuk rakyat, berjuang untuk masyarakat, berjuang demi bangsa dan negara? Saya menghidar menjawab pertanyaan saya tersebut dengan jawaban benar dan salah. Saya fikir, jawaban yang tepat adalah terdapat kesamaan  kepentingan  dengan yang lain atau bahkan dengan masyarakat, atau kepentingan kita akan terwujud jika memenuhi kepentingan rakyat atau masyarakat.

Contoh kasus, politisi, untuk mendapat jabatan anggota legislatif atau eksekutif dia harus memenuhi kepentingan masyarakat agar kepentinganya menjadi anggota legislatif atau menjadi presiden , gubernur atau bupati bisa terwujud. Bagi yang acuh tak acuh saja pada rakyat tentulah dipilih rakyat maka secara otomatis kepentingan tidak tercapai.

Adakah lagi perbedaan level status kepentingan, presiden Habibie mengeluarkan undang-undang kebebasan pers dan otonomi daerah seluas-luasnya, menyebabkan proses demokrasi berkembang pesat di Indonesia. Maka secara kasat mata kebijakan ini sangat berpihak kepada rakyat. Tetapi apakah Habibie tidak mempunyai kepentingan terhadap undang-undang yang dibuatnya tersebut. Harus jujur mengakuinya bahwa Habibie punya kepentingan pribadi terhadap kedua undang-undang tersebut, tetapi status kepentingannya bukan lagi di level  materi, populeritas atau jabatan politik melainkan lebih kepada ambisi pribadinya untuk menjadikan Indonesia negara yang demokratis.

Level status kepentingan seseorang tersebut jelas berbeda, untuk masyarakat awam yang miskin tentu kepentinganya adalah kebutuhan dasar hidup, untuk kelas menengah kebutuhannya materi, kekuasaan dan pengaruh, begitu juga bagi sebahagian kecil orang meletakan kepentingan sebagai ambisi pribadi yang harus dicapainya.

Ambisi pribadi yang tidak lagi berupa materi, kekuasan dan pengaruh tersebut hanya bisa dicapainya dengan memperjuangkan kepentingan untuk orang banyak yang kepentingannya berada lebih rendah dari level status kepentingannya.

Pada suatu diskusi terbatas dengan pejabat dan akademisi, saya didesak oleh peserta diskusi dengan pertanyaan “apa sih untungnya kamu mendorong keterbukaan anggaran?” Ketika itu saya jawab “tentu banyak keuntungan yang saya dapat, tetapi keuntung yang saya dapat juga didapat oleh banyak orang lain yang bisa memanfaatnya”.

 Menurut saya dalam memikirkan kepentingan saya, saya harus yakin bahwa jika kepentingan saya juga menjadi kepentingan orang banyak, maka akan lebih mudah memperjuangkannya dan tentu masyakat akan lebih sehat dan sekaligus menentukan kelas tertentu dari diri saya. Sekian wassalam.

Sistem Pengupahan Nasional :Buruh dan Pengusaha Dirugikan



.
Oleh rawa el amady

Akhir Januari 2012 di Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mencatat sejarah penting, harus merubah kebijakan  Upah Minimum Propinsi (UMP) Banten karena didemontrasi massa buruh. Para buruh merasa keputusan atas upah di Provinsi Banten  tidak dipertimbangkan atas dasar kebutuhan dasar buruh.

Bagi saya, momen ini sangat penting karena kebijakan tenaga di Indonesia berpotensi mengurangi hak-hak buruh dan pengusaha khususnya usaha kecil dan rumah tangga. Kebijakan upah di Indoneia  belum berorientasi pada penyelesaian masalah, justru membesarkan  masalah bagi buruh dan pengusaha. Mengapa demikian?

Pertama, pemerintah belum mempunyai standar kebutuhan minimal buruh. Variabel kebutuhan dasar buruh belum mencakupi kebutuhan perumahan, kesehatan dan rekreasi.  Akibatnya bagi buruh yang mendapat gaji minimal UMP, belum bisa hidup layaknya sebagaimana mestinya. Selain itu, analisa kebutuhan pokok belum mempunyai rumus yang pasti dan bisa berlaku untuk semua propinsi. Itulah sebabnya terjadinya perbedaan UMP yang mencolok antara provinsi Banten dan Jakarta padahal keduanya mempunyai kedekatan karateristik.

Kedua, pengupahan di Indonesia  ditentukan oleh  regioan daerah berdasarkan provinsi dan kota kabupaten. Setiap tahun ada kebijakan perubahan nilai upah yang ditentukan berdasarkan provinsi dan kabupaten/kota. Kebijakan ini bagi pengusaha merugikan.

Penentuan upah berdasarkan kota dan kabupaten akan medistorsi seperti kasus Provinsi Banten. Secara kebutuhan dasar buruh  sama dengan kebutuhan Jakarta tetapi karena keberadaannya di Provinsi Banten buruh mendapat UMP yang lebih murah, bagi buruh di Banten dirugikan, bagi pengusaha yang berada di Jakarta tentu juga dirugikan karena karatersitik yang sama harus membayar gaji yang lebih mahal.

Kondisi yang sama juga terjadi diarea perbatasan kota dan kabupaten, daerah kabupaten yang secara de fakto  sudah berkarateristik kota harus menerima beban dari kebiajakan ini. Contoh konkritnya di Pekanbaru, kawasan Pasir Putih yang secara karateristik kota tetapi secara de jure berada di area kabupaten kampar.

Ketiga, problem terbesar dari sistem pengupahan adalah kenaikan upah setiap tahun. Ketentuan kenaikan setiap tahun ini sangat merugikan pengusaha. Kenaikan gaji setiap tahun bertolak belakang dengan sistem penilaian kinerja karyawan. Karyawan yang kwalitasnya rendah ikut menikmmati kenaikan gaji karena kebijakan ini. Seharusnya, penetapan upah tersebut  dlakukan pada periode lima tahunan. Penetapan lima tahun ini memberi ruang bagi pengusaha untuk membuat perencaan keuangan, kareana tersedinya spere waktu  dan untuk memberi penilaian bagi karyawan yang berkualitas. Karyawan yang berkualitas akan dinaikan gajinya secara bertahap setiap tahunnya, sedangkan yang tidak berkualitas harus menunggu lima tahun baru dinaikkan gajinya.Tentu pemerintah mau tidak mau harus menekan inflasi selama lima tahun tersebut.

Problem lain adalah penetapan UMP  dilakukan pada akhir tahun, dimana  pihak pengusaha sudah merencanakan biaya gaji untuk tahun berikut. Kalau harus setiap tahun ditetapkan, seharusnya sudah ditetapkan pada bulan Oktober setiap tahunnya.

Keempat, kebijakan pengupahan tersebut bersifat kontra produktif, khususnya bagi perusahaan kecil dan  rumah tangga. Disatu sisi pemeritah menggalakan tumbuh kembangkanya usaha kecil dan rumah tangga, di sisi sistem pengupahan nasional tidak berlakukan perlindungan pengupahan bagi usaha kecil dan rumah tangga. Seharusnya, ada pembedaan UMP bagi perusahaan menegah dan besar dengan usaha kecil dan rumah tangga. Komponen pengupahan perusahaan menengah dan besar harus mempunyai bobot yang lebih luas dan lebih besar, seperti variabel rumah  nilainya lebih besar, variabel rekreasi juga lebih besar, begitu juga variabel konsumsi, dan lainya. Dengan demikian perusahaan kecil dan rumah tangga bisa menyesuaikan kebutahan pembiayaan untuk gaji dengan pembiayaan produksi lainnya.

Sekian, urun rembuk masalah sistem pengupahan nasional, semoga ada manfaatnya.


my lovely wife