Oleh Rawa El Amady
Setiap menjelang Pemilihan Umum (Pemilu), partai politik (parpol) melalui pengurus dan calon legislatif
(Caleg) selalu menyuguhkan berbagai janji muluk untuk mempengaruhi rakyat agar
memilihnya. Pemilik suara pemilih
hendaknya menyadari janji muluk partai dan caleg tersebut agar tidak tertipu,
memilih kucing dalam karung. Melalui
tulisan ini saya ingin berbagi pemikiran untuk memahami janji-janji parpol dan caleg terebut.
Pertama, pemilih
harus bisa memahami kewajiban negara yang dibebankan kepada pemeritah yang
berkuasa untuk memenuhi hak-hak warga negara. UUD 1945 secara tegas mewajibakan
negara melalui pemerintah yang berkuasa agar memenuhi hak-hak dasar warga
negara berikut. 1) Hak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak : “Tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” (pasal 27 ayat 2). 2) Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan:
“setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”(pasal
28A). 3) Hak untuk membentuk keluarga
dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah (pasal 28B ayat 1). 4) Hak atas kelangsungan hidup. “Setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan Berkembang. 5) Hak untuk mengembangkan diri dan melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya dan berhak mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan
dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi
kesejahteraan hidup manusia. (pasal 28C ayat 1). 6) Hak untuk memajukan
dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat,
bangsa, dan negaranya. (pasal 28C ayat 2). 7)- Hak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
di depan hukum.(pasal 28D ayat 1). 8) Hak untuk mempunyai hak milik pribadi Hak
untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani,hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun. (pasal 28I ayat 1 . 9) Pasal 27, ayat (1), segala warga negara
bersamaan dengan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahannya, wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu. Pada ayat (2), tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Pemilih yang menyadari
hak-haknya dilindungi UUD 45 dengan mudah memahami materi kampanye, apakah
program yang ditawarkan tersebut merupakan kewajiban yang dibebankan oleh
negara kepada partai menang, sehingga partai apapun yang menang program
tersebut harus dilaksanakan. Jika mengacu pada UUD 1945 di atas, maka janji
partai yang menawarkan pendidikan gratis, jaminan kesehatan, pemberantasan
korupsi, perbaikan ekonomi dan perbaiki pelayan publik adalah hak yang harus
dipenuhi partai apapun yang menang. Dengan demikian janji-janji yang ditawarkan
partai tersebut adalah kewajiban yang harus dipenuhinya sebagai partai
pemenang.
Kedua,
pemilih harus menyadari dan memahami perbedaan antar partai. Apakah terdapat
perbedaan antara satu dengan partai lainnya? Kalau tidak ada bedanya, mengapa
harus memilih. Untuk membedakan parpol, harus dilihat dari , 1) idiologi
partai. Idiologi partai yang saya maksud
adalah apa menjadi cita-cita luhur yang diperjuangkan partai tersebut. Secara
teoritis idiologi partai dikenal meliputi idiologi agama seperti idiologi
Islam, Kristen, Hindu, Budha. Idiologi kebangsaan, meliputi nasionalis,
liberal/kapitalis, sosialis dan komunis. Idiologi liberal dikenal juga dengan
kapitalis konservatif dengan meletakan negara sebagai penjaga malam dan sosial demokratis
di mana negara ikut serta menjamin hak-hak
publik. Di Indonesia, partai yang mengklaim mempunyai idiologi secara teoritis
adalah PBB (Partai Bulan Bintang) yang mengaku sebagai partai yang beridiologi
Islam, dan PDIP yang mengaku sebagai partai beridiologi nasionalis. Sepuluh
partai politik yang lain tidak secara tegas memiliki idiologi secara teoritis.
Pengakuan partai yang
memiliki idiologi tersebut harus tercermin di legislatif dengan memproduksi UU
yang selaras dengan ajaran idiologinya. Pembuktian idiologi partai tersebut
menjadi sangat terasa jika partai tersebut berkuasa, sebab kebijakan negara
sepunuh ada ditangan presiden sebagai pejabat pemerintah dan pejabat negara. Untuk
itu, perlu memahami apakah pada saat PDIP berkuasa perinsip – perinsip idiologi
nasionalis tersebut hadir atau tidak. Contoh konkritnya adalah negara memegang
kendali atas semua sumberdaya. Era Soekarno misalnya pemerintah melakukan
nasionalisasi semua perusahaan asing khusunya perusahaan-perusahaan Belanda.
Jika kondisi tersebut tidak terjadi maka dapat disimpulkan bahwa idiologi
partai tersebut hanya simbol saja yang tidak hadir dalam kehidupan bernegara.
Ketiga,
hubungan caleg degan parpol dibingkai secara tegas oleh partai melalui
garis-garis idiologi dan program partai. Artinya pemilih bisa memahami dan mendapat gambaran bagaimana Indonesia ke
depan jika partai yang akan dipilih berkuasa. Saya yang setiap hari meloplototi
kampanye partai melalui televisi dan media online belum memperoleh gambaran Indonesia
akan seperti apa kalau partai A atau B atau C memenangi pemilu. Dalam konteks
yang lebih kecil saja, saya tida bisa membayangkan bagaimana gambaran kebijakan
negara terhadap penguasaan sumber daya alam jika partai A atu B atau C yang
berkuasa.
Kita bisa belajar dari
pengalaman partai politik Amerika Serikat yang dengan mudah bisa mendapat
gambaran jika partai Republik berkuasa atau parai Demokrak berkuasa. Contohnya
kalau partai republik berkausa maka a) lebih
mudah memutuskan untuk perang, b) lebih suka kapitalisme, c) peran pemerintahan
itu harus kecil. d) dana pensiun itu harus diberikan secara privat.e) mendukung
perang dan kebebasan orang lain. f) pistol dan senjata lainnya boleh di legalkan
dan g) memotong pajak untuk kelas menengah ke atas.
Namun sebaliknya jika
partai demokrat yang berkuasa maka a) lebih
mementingkan lingkungan hidup, b) lebih suka membantu warga minoritas (orang
kulit hitam, orang mexico), c) perdamaian dunia itu sangat penting. d) menentang
kapitalisme dan mengutamakan usaha riil, e) Ingin menjamin masa pensiun tiap
orang . f) peran pemerintah lebih besar dalam pembangunan dan g) memotong pajak untuk orang miskin serta menyediakan
pelayanan kesehatan, pendidikan bagi warga miskin. Sementara partai politik di
Indonesia belum menunjukkan posisinya sebagai partai politik Indonesia akan
seperti apa jika partai tersebut berkuasa.
Pelajaran yang bisa
diambil oleh pemilih adalah apakah janji yang ditawarkan caleg tersebut relevan
dengan gagasan partai politik yang memayunginya atau justeru calegnya mempunyai
program tersendiri yang belum mempunyai hubungan dengan garis partai baik
ditingkat nasional, provinsi dan kabupaten. Oleh sebab itu, jika para caleg ini
tidak membawa gagasan partai pada kampanyenya dan berjalan sendiri-sendiri maka
dipastikan janji kampanye tersebut palsu atau hanya omong doang. Lagi pula
tidak memungkin para caleg menawarkan program yang terintegrasi dengan partai,
karena partai sendiri belum memiliki gambaran yang jelas mau dibawa kemana
Indonesia jika berkuasa.
Keempat, pengetahuan
caleg tentang fungsi sebagai legislatif. Adapun fungsi legislatif,
meliputi anggaran,
artinya DPR berfungsi sebagai lembaga yang berhak untuk menetapkan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau anggara belanja daerah (APBD). Fungsi pengawasan, artinya DPR sebagai lembaga yang melakukan pengawasan
terhadap pemerintahan yang menjalankan undang-undang. Sedangkan fungsi eksekutif bertugas menerapkan atau melaksanakan
undang-undang bagi presiden dan peraturan daerah bagi gubernur dan bupati dan
walikota. Memahami pengetahuan caleg
tentang fungsi legislatif sangat penting bagi pemilih, agar pemilih mempunyai keyakinan bahwa caleg
tersebut mampu mewakili kepentingan rakyat pemilih. Jangan sampai caleg
mencampuraduk fungsi legislatif dengan fungsi eksekutif, legilatif bukan
berfungsi membuat anggaran tetapi memastikan anggara sesuai dengan kepentingan
rakyat dan permasalahan yang dihadapi masyarakat. Caleg yang pada masa kampanye
melaksankan tugas eksekutif merupakan
cerminan caleg tersebut tidak akan menjalankan fungsinya sebagai anggota DPR/D
karena nanti jika menjadi anggota dewan dipastikan melakukan penyalahan
kekuasaaan merebut wewenang eksekutif
untuk kepentingannya sendiri.
Harus
diingat bahwa partai politik merupakan
sekelompok orang yang terorganisir guna
memperjuangkan tujuan luhur tertentu, seperti tujuan mendirikan negara agama,
negara komunis, negara liberal dan lain-lainnya. Pengurus partai politik
berkampanye menyakinkan rakyat bahwa tujuan yang diusung partainya tersebut adalah
untuk kemaslahatan rakyat. Tujuan tersebut
hanya akan tercapai jika memperoleh
kekuasaan politik dan kedudukan politik dengan cara konstitusional untuk
melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka. Maka adalah sangat naïf jika menyampaikan tujuan adalah program
pembangunan, misalnya bebas korupsi,
pendidikan gratis dan perbaikan ekonomi. Jika hal itu terjadi, maka partai
tidak lebih tempat para pengungguran mencari kerja atau para bromocorah
mengeruk uang negara. Nah, bagi saya masih cukup alasan untuk tetap golput.
tulisan yang relevan http://mrawaelamady.blogspot.com/2014/02/demokrsi-ala-caleg.html
tulisan yang relevan http://mrawaelamady.blogspot.com/2014/02/demokrsi-ala-caleg.html