Pola Perlawanan Rakyat Lemah

Melalui tulisan ini saya ingin menyampaikan  bahwa para antropolog mencoba menagkap phenomena pelawanan rakyat kecil terhadap kekuasaan yang sering lepas dari pengamatan para ilmuan politik dan penguasa. Bahwa tidak ada alasan bagi rakyat kecil untuk tidak melakukan perlawanan terhadap kekuasaan yang zalim. Kalau kekuasaan bisa dijatuhkan dengan gossip, fitnah, dongeng mengapa harus menguras enerji melakukan konflik secara terbuka 

Kajian ini dimulai sejak Foucault (1977, 1979, 1994) menawarkan konsep kekuasaan dan resistensi (perlawanan). Pemikiran kekuasaan dari Foucault tersebut mendapat tempat secara empirik melalui kajian James Scott (2000) Lila Abu-Lughod (1986) Peluso (2006) dan  Ong (1987).  Bahwa memahami kekuasaan harus dengan cara menyebar tidak hanya berbentuk otoritas semata. Begitu juga cara memahami konflik tidak lagi harus frontal bertemunya dua kekuatan secara langsung, tetapi perlawanan bisa dilakukan oleh siapa saja dalam bentuk yang bermacam-macam, baik secara simbolik maupun menghindar. Kekuasaan yang menyebar dan konflik yang semakin tidak langsung dan perlawanan yang semakin halus menjadikan resistensi semakin cultural.

Foucalut . melihat kekuasaan sebagai seluruh struktur yang menekan dan mendorong tindakan-tindakan lain melalui rangsangan, persuasi atau juga melalui paksaan dan larangan. Kekuasaan tidak datang dari atas ke bawah, tetapi menyebar di mana-mana baik pada individu, organisasi atau institusi. Kekuasaan metafisis yang dimilki seseorang akan membantu orang tersebut memaknai dirinya dan mengidentifikasi dirinya secara mandiri. Oleh karena itu, penyebaran kekuasaan tersebutlah memberi ruang kepada masyarakat yang lemah untuk melakukan resistensi dengan strategi yang dibangun pada konteks mereka sendiri. 

Anwar Holif (2006) mengindetifikasi resistensi Faucoult memiliki semangat yang sesuai dengan konteks dan ciri yang beragam. Resistensi bisa berupa wujud dua gerakan strategis yang kontradiktif, yaitu melakukan pemberontakan sedangkan yang lain malah mengisolasi diri. Karena manusia sebagai subjek kekuasaan, maka setiap manusia akan melakukan resistensi terhadap kekuasaan lain, tidak mesti berhadapan langsung. Kalau kekuasaan bisa dijatuhkan dengan gossip, fitnah, dongeng mengapa harus menguras enerji melakukan konflik secara terbuka. 

 Scott (2000) misalnya mencatat pola gerakan sosial sebagai sebuah perlawanan dipandang tidak mampu mewadahai bagian terpenting dari perlawanan kaum tani yang diekspresi melalui kerja seenaknya, mengelabui, taat yang dibuat-buat, mencuri kecil-kecilan, pura-pura bodoh, memfitnah, membakar rumah, menyabot dan seterusnya. Pada studi empiriknya terhadap petani di Kampung Sedaka Malaysia, Scott mengambarkan secara detail perlawanan kaum tani terhadap mesin permanen, dan menghindari persaingan dengan  sangat hati-hati, perorangan dan sembunyi-sembunyi. 

Kajian  Lila Abu-Lughod (1986) di Mesir menunjukkan bahwa perempuan Mesir melakukan perlawanan sehari-hari untuk menghindari kontrol dari keluarga dan lingkungannya. Kaum perempuan menghindar dan melakukan aksi tersembunyi melalui puisi yang bernada sindirian dan menjalin kerjasa sama dengan sesama perempuan. 

            Sementara kajian Ong (1987) menemukan bentuk perlawanan yang dilakukan perempuan pekerja pabrik di Pantai Selangor. Perempuan pekerja pabrik yang berada dibawah kekuasaan keluarga, pemilik pabrik, mandor, target produksi, di lawan dengan berlama-lama di taoilet, berlama-lama sembahyang, merusak alat produksi, dan apabila memuncak mereka melampiaskan dengan melihat hantu lalu kemasukan.  Walaupun resikonya mereka akan diberhentikan dari pabrik tersebut. 

            Studi Sosiologi Sejarah yang dilakukan oleh Nancy (2006) tentang perhutanan di Jawa menunjukkan bahwa pola-pola perlawanan masyarakat pinggir hutan jati. Mulai dari mencuri hutan, mengeroyok rimbawan, perempuan yang telanjang mencuri jati di sungai, dan gerakan kaum Samin yang tidur diatas tanah yang sedang diukur, berbicara dalam teka-teki dan menolak mengikuti ritual desa. 

Kajian-kajian diatas menunjukkan kepada kita bahwa masyarakat lemah mampu melakukan perlawan dengan cara dan konteks sosial mereka bukan hanya terhadap kekuasaan yang melemah tetapi justeru terhadap kekuasan yang sedang kuat. Hal ini disebabkan gejala resistensi tidak melihat kekuasaan hanya bersifat otoritas dari atas ke bawah, tetapi kekuasaan ada pada setiap orang tinggal bagaimana mengotimalkan kekuasaan tersebut untuk diri. 


Bacaan 
Abu-Lughod, Lila. 1986. Veiled Sentiments: Honor and Poetry in a Badouin Society. Berkeley, CA: University of California Press. 
Anna Lowenhaupt Tsing, 1998 Penerjemah Achmad Fedyani Saifudin, Dibawah Bayang-Bayang Ratu Intan; Proses Marjinalisasi Masyarakat Terasing, Yayasan Obor Jakarta.
Foucault, Michel,(1972)  Archaelogy of Knowledge, New York: Pantheon
Foucault, Michel,(1979) History of Sexuality, Vol 1: The Will to Truth, London: Penguin Lane.
Foucault, Michel,(1994)  Essentials Work of Michel Foucault, Vol 3: Power, London:Penguin Lane.
Foucault, Michel,(1980) Power/Knowledge, Selected Interviewa & Other Writing 1972-1977, New York: Pantheon
Holid,Anwar.  2006, “Membuat Peluang Mencari Peluang: Komunitas Tokoh Buku Alternatif, Literasi, Risestensi Gaya Hidup” dalam Aldin, Alfathri, 2006, Resistensi Gaya Hidup: Teori dan Realitas, Yogyayakarta. Jalasutra.
Nancy Lee Peluso, 2006, Penerjemah Landung Simatupang Hutan Kaya Rakyat Melarat; Penguasaan Sumberdaya dan Perlawanan di Jawa, Konphalindo, Jakarta 
Ong, Aiwa. 1987. Spirits of Resistance and Capitalist Discipline. Albany: SUNY Press 
Saifuddin, Ahmad Fedyani, 2005, Antropologi Kotemporer ; Suatu PEngantar Kritis Mengenai Paradigma, Jakarta, Prenada Media.
Scott, James, S, 2000, (terjemahan) Senjata Orang-Orang Kalah : Bentuk Perlawanan Sehari-hari Kaum Tani, Jakarta, Yayasan Obor

19 komentar:

Wiriyanto aswir mengatakan...

Artikel menarik,dan perlu dibaca bagi semua kalangan,terutama para aktivis sosial ,akademisi baik dibidang sosial maupun politik .terutama di masa masa saat ini penindasan semakin merajalela,semakin besar minat kita memperhatikan tulisan memuat perjuangan kelas ini diperlukan,

rawa el amady mengatakan...

terima kasih bung Wirianto sudah mampir dan terima kasih atas komentar posisitifnya, mohon bantuannya untuk menyebarkan tulisan ini, salam

SALMON MAURITS YUMAMW mengatakan...

Tulisan yang menarik sekaligus menantang bgmn kita menggerakan Potensi Rakyat atau Kaum Lemah yang tertindas untuk melakukan perjuangan Sosio Kulturalnya secara serempat dan mampu bertahan terhadap berbagai manufer perlawanan dari kelompok Penguasa sampai tercapai tujuang perjuangan Rakyat lemah tersebut. Semoga kita ada kesempatan utk mempraktekannya.

rawa el amady mengatakan...

terima kasih mas sudah mampir, kita memang harus menguatkan rakyat agar tidak dibohongi penguasa terus.

wiriyanto aswir mengatakan...

oke bang,ane siapkan

Anonim mengatakan...

Menurut saya dasarnya masyarakat Indonesia sejak masa kolonial telah melakukan penolakan arus kekuatan global yang membawa faham kolonialismenya. Penjajahan dengan misi penguasaan politik dan ekonomi, disadari sebagai bentuk penindasan dan peminggiran akan hak-hak sebagai manusia yang bebas. Kekuatan-kekuatan lokal yang digalang oleh para pejuang masa itu dengan bangunan sosial budaya yang menjadi identitas diri kehidupan masyarakat mampu menjadi alat untuk menolak penjajah dan globalisasi ketika itu.

Kekuatan global yang sekarang berubah bentuk menjadi wajah menarik, yaitu pola hidup modern yang diwujudkan dengan budaya konsumtif, pergaulan bebas, hedonistik, dan individualis, membawa masyarakat terlena dan tidak terasa bahwa dirinya sedang mengalami penjajahan yang lebih dahsyat. Jangkauan informasi dan teknologi sampai ke wilayah yang paling dalam dan paling individual mempengaruhi pola hidup manusia sehingga tanpa di sadari memasuki wilayah tatanan kehidupan yang sama sekali bukan milik dirinya. Ini yang barangkali memunculkan perlawanan rakyat terhadap penguasa.
Sudah semestinya pemerintah tidak perlu khawatir memberikan ‘pendidikan kritis’ kepada masyarakat karena dengan pendidikan krtitis masyarakat dapat menyikapi dan tetap membuka diri dengan kemajuan tanpa terpengaruh dengan arus budaya kapitalis yang secara laten dapat menggilas kehidupan rakyat kecil. Dengan demikian penguasa tidak di anggap penjajah oleh rakyatnya yang justru dapat menyemai benih-benih perlawanan rakyat kepada penguasa itu sendiri.
Demikian pak sedikit tanggapan dari saya.....
Salam....

rawa el amady mengatakan...

terima kasih sudah mampir dan memberi komentar yang memperkya tulian ini, tulisan ini memang sudah mengemukakan temuan para antropolog tentang pola perlawanan yang dilakukan rakyat indonesia dalam melawan penjajah seperti yang dilakukan Nancy tersebut... salam

rawa el amady mengatakan...

ya Wir, terima kasih ya ... salam

Armidin Rihad mengatakan...

nice...lanjutkan terus berkarya utk negeri tercinta...

rawa el amady mengatakan...

terima kasih pak Armidin sudah mapir... salam

Unknown mengatakan...

Menarik ulasannya, kaya dengan teory yang valid. Nice

Anonim mengatakan...

bagus artikel nya. namun saya sangat berharap para akademisi termasuk para blogger yg mengepost tulisannya hingga dibaca org byk ini, agar menganalisa tdk hnya berdasarkan pandangan barat atau pemikir timur yg berpondasikan pemikiran barat juga. ohya komen ini juga bukan tertuju utama pd postingan di atas, tapi untuk para penulis umumnya yg notabenenya sering menggunakan analisa ala barat.

Anonim mengatakan...

bagus artikel nya. namun saya sangat berharap para akademisi termasuk para blogger yg mengepost tulisannya hingga dibaca org byk ini, agar menganalisa tdk hnya berdasarkan pandangan barat atau pemikir timur yg berpondasikan pemikiran barat juga. ohya komen ini juga bukan tertuju utama pd postingan di atas, tapi untuk para penulis umumnya yg notabenenya sering menggunakan analisa ala barat.

rawa el amady mengatakan...

terima kasih mas Abebah sudah mampir salam

rawa el amady mengatakan...

terima kasih mas or mba, sudah mampir dan memberi komentar yang bisa memperkaya tulisan ini, mohon bantuannaya untuk disebarluaskan. salam

Anonim mengatakan...

To: Anonim yg memberikan tanggapan agar partisan “ menganalisa tdk hnya berdasarkan pandangan barat atau pemikir timur yg berpondasikan pemikiran barat juga.........”
Tanggapan saya: “sayang anda yg sepertinya (barangkali) pakar dlm bidang ilmu sosial tdk memberi komen berupa tanggapan atas dasar kemurnian cara berfikir anda tanpa ‘melibatkan’ cara berfikir para pemikir barat, timur, utara atau selatan, padahal kajian sosial sbg sebuah bidang ilmu kan lahirnya di barat sono oleh Auguste Comte, sbg bapak ilmu sosial.... trus dimana ya letak kurang tepatnya jika orang mengadapatasi pemikiran positif dari orang lain, apalagi para pemikir atau pakar utk dikembangkan menjadi sebuah pemikiran atau pendapat baru??? Bukankan ilmu pengetahuan bergulir dan menjadi berkembang melalui pengembangan sebuah pendapat???
Malas saya menanggapi lebih jauh cara berfikir orang seperti ini, krn bisa menjadi perdebatan tak berujung dari orang yg (barangkali) cerdas.... Weleh-Weleh........!!!! hehehe
(pepatah mengatakan, ‘orang pintar tdk akan pernah menang berdebat melawan orang bodoh’)

rawa el amady mengatakan...

pendapat saya tentang perdebatan kedua anonim ini, pertama, ilmu sosial khususnya sosiologi dimulai oleh Ibnu Khaldun sosiolog dari tiur tengah, yang kemudian berkembang di barat.
kedua, kebenaran datau pun teori tidak ditentukan oleh barat dan timur tetapi ditentukan oleh kebenara itu sendiri. Memang benar ilmuan sosial barat sangat mendominasi dalam perkembangan ilmu sosial, tapi pada tahun 80-an ilmuan barat sendiri yang ingin terlepas dari pemikiran2 ilmu sosial terdahulu seperti Comte tersebut. salam

Anonim mengatakan...

pak rawa el amady, saya dari anonim yg komen:"bagus artikel nya. namun saya......." iya pak ntar tak sebarin juga :D. bukan mas atau mba, tapi dek, hehe... ohya, saya gak ikut berdebat koq, jadi kurang tepat aja rasanya kalo dibilang "perdebatan kedua anonim..."
maklum saya orang yg gak pandai dan kurang suka dengan perdebatan, hehe...

rawa el amady mengatakan...

ya Dek.... :D terima kasih ya salam


my lovely wife