Opini Rawa El Amady
Pada masa Orde Baru kekuatan politik dominan ada ditangan militer sebagai pengendali utama,
sementara kekuatan politik lain bersaing untuk menarik perhatian kekuatan militer,
sedangkan kekuatan politik nasionalis menjadi penyeimbang semu dari kekuatan rezim militer tersebut.
Kekuatan politik Islam, Masyumi, Perti, Muahamdyah, HMI dan NU
pada akhir Orde Baru berhasil menjadi mitra kekuatan militer bahkan akhirnya menghantarkan ke reformasi.
Reformasi menjadikan beberapa kekuatan politik terpencar dan terus terjadi sampai sekarang.
Kekuatan Islam berpencar menjadi beberapa partai,
NU, perti melalui PBB, Muhamadyah melalui
PAN, dan generasi baru Islam yang
didominasi pendidikan Timur Tengah bernaung di PKS. Sementara kekuatan nasionalis cepat berkonsolidasi melalui
PDIP. Kekuatan militer terpecah, masing-masing membuat partai melalui Gerindra,
Hanura dan PKPI. Golkar yang
menjadi kekuatan utama Orde Baru memisahkan diri dari kekuatan militer dan berusaha menjad ikekuatan baru
di era reformasi dengan kekuatan penting dipayungi oleh HMI.
Kekacauan politik yang terjadi di
beberapa partai saat ini (2013)
menurut saya disebabkan oleh perebutan kekuasaan oleh kekuatan politik dominan pada masing-masing partaip olitik.
Beberapa kekuatan politik tidak terhimpun dalam satu kekuatan partai politik dan berada dibeberapa partai politik menyebabkan pertarungan tidak terjadi diarena terbuka antar partai tetapi terjadi pada internal masing-masing partai politik.
Masing-masing kekuatan politik berebut pengaruh di level
elit partai untuk memastikan kendali dan pengaruh berada pada kekuatan mereka. Kasus Partai demokrat,
Nasional Demokratik
, dan Golkar menandakan tidak adanya kekuatan dominan pada partai tersebut.
Coba pahami prilaku Golkar,
ketika kekuatan dominan dikuasai oleh para alumni HMI,
Golkar cenderung tenang dan kuat.Tetapi kemudian muncul dua kekuatan baru diluar
HMI yaitu Surya Palohdan dan Aburizal Bakri
yang sama - sama teknokrat dimana dalam persaingan kekuatan Bakri menang dalam Musyawarah Nasional dan penetapan calon Presiden. Respon dari kekalahan
Surya Palo mendirikan Nasdem sedangkan kekuatan HMI menjadi opisisi semu di
Golkar pada penetapan calon presiden. Golkar akan terus-menerus goyah selag ikekuatan HMI belum memegang pengaruh dominan di Golkar.
Partai Nasdem yang
baru terbentuk sudah terjadi riak-riak konflik internal dengan keluarnya gerbong HaryTanu Sudibyo disebabkan
Surya Paloh mencoba menarik kekuatan alaumni HMI khususnya yang ada di Golkar untuk bergabung di Nasdem. Hary Tanu Sudibyo dipandang hanya mempunyai kekuatan dana saja tapi tidak memiliki pengalaman oragnisasi dan basis akar rumput. Sementara alumni HMI
seperti Fery Musidan Baldan memiliki pengaalaman organisasi dan mempunyai basis akar rumput sertajaringan nasional yang
kuat.
Apa yang terjadi di Partai Demokrat
? secara telanjang mata dan bisa dirasakan bahwa terjadi transformasi kekuasaan dan pengaruh
di dalam partai demokrat. Naiknya Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Partai Demokrat membuat terjadi peralihan secara significan kekuasaan dan pengaruh pada partai. Perebutan kekuasaan
yang terjadi di demokrat adalah kekuasaan militer dan teknorat dengan kekuatan alumni-alumni muda HMI. Sby baru menyadairi bahwa demokrat tidak lagi dibawa kendali militer dan teknokrat karena hampir
85% pengurus daerah dikuasai oleh para
alumni HMI.
Ini berarti kedepan Partai Demokrat sudah hampir dipastikan menjadi partainya alumni
HMI yang tentu saja mengeser posisi tentara dan teknokrat,
padahal mereka merasa sebagai pendiri partai dengan tujuan utama melanggengkan kekuatan politik tentara
di Indonesia. Oleh sebab ituah, SBY begitu marahnya kepada Anas yang
mengendalikan gerbong demokrat kedepan.
Jadi mengapa Anas tidak berani diutak-atik secara tegas oleh Sby hanya mengambil kendali
yang semu karena SBY ingin mengurangi dominasi peran Anas sebagai simbol
kekuatan muda alumni HMI. Semakin pentingnya HMI bagi Sby, sampai-sampai Sby mengudang pengurus besar
PB HMI. HMI dan alumninya memegang peranan yang sangat penting di demokrat sehingga SBY tetap mempertahankan Anas sebagai ketua umum,
kekuatan-kekuatan tentara dan teknokrat di demokrat harus menahan diri untuk melawan kekuatan
alumni HMI.
Fenomena yang terjadi padapolitik Indonesia
terkini bisa secara jelas mengambarkan peta kekuatan politik di Indonesia, pertama, kekuatan
Islam, kekuatan Islam
ini terbagi menjadi beberapa kubu utama, kekuatan politik NU yang diwakili PKB dan
PPP yang tentu saja tidak begitu dominan lagi setelah
Gus DUR wafat, kekuatan yang diwakili oleh Muhamadyah yang berada di PAN, kekuatan
yang diwakili oleh alumni timur tengah melalui PKS dan kekuatan yang paling dominan yaitu
HMI yang berada disemua partai politikdancen derung berada pada masing-masing elit partai.
Sadar atau tidak kekuatan besar politik setelah order baru berada digerbang alumni
HMI. Bisa dibayangkan,
jika kekuatan ini menjadi sangat dominan di kekuatan Indoensia, sekarang ini.
Kedua, kekuatan tentara dan teknokrat Tentara dan teknokrat selalu bergabung menjadi satu kekuatan politik sejak Orde Baru. Beruntugnya kekuatan politik tentara terpencar menjadi tiga generasi,
yang wakili Wiranto melalui Hanura,
generasi yang diwakili SBY melalui demok rat, dan generasi yang
diwakili oleh Prabowo melalui Gerindra. Pemilu 2014, generasi dari Sby akan berakhir dan diperkirakan tokoh politik tentara
yang ada di demokrat akan berpindah ke Hanura dan atau Gerindra. Jika hal ini terjadi maka demokrat akan berubah bentuk menjadi partais ipil
yang dikuasaa para alumni HMI. Sedangkan Tentara yang berada di PDIP dan partai
Islam tidak bisa secara leluasa mengaktualkan kepentinganpolitiknya karena dibentengi garis idiologi
yang kuat. Sedangkan Nasdem dan Golkar memprestasikan kepentigan teknokrat secara dominan dimana kekuatan tentara mulai menipis
.
Ketiga, kekuatan nasionalis, yang
tentu saja diwakili PDIP satu-satunya partai yang mempunyai sejarah yang
kuat dengan Soekarno.
Konflik internal
partai ini akan berakhir jika partai politik kembali ke era tahun 55 yang
berbasis idiologi. Sangat terbukti partai-partai yang mempunyai basis “idiologi”
seperti PDIP, PPP, PKS, PAN konflik internal
partai tidaklah terjadi secara terbuka. Ayo
pemilik partai kembali keidiologi agar jelas perjuangannya. Sekian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar