Modus Merampas Tanah Rakyat



Oleh rawa el amady

Kasus Mesuji Lampung & Sumsel  merupakan puncak gunung es pola hubungan antara negara (penguasa) ,  pengusaha dengan rakyat. Muara dari kasus ini tentu saja rezim otoriter, pejabat korup dan presiden yang tidak bisa melihat masalah. Bukannya pejabat tidak tahu bahwa era reformasi akan memunculkan eskalasi konflik terpendam selama  Orde Baru. Sayangnnya, pemerintah dalam hal ini Presiden, Gubernur, Bupati dan Camat tidak pernah serius melihat  permasalahan ini. Seharusnya, begitu reformasi dimulai masalah ini harusnya menjadi perhatian utama, bukan menunggu ledakan baru memikirkannya.

Pada zaman Orde Baru saya melakukan beberapa investigas tentang modus pengambilan tanah oleh pengusaha yang menggunakan alat negara;

Pertama, diambil secara paksa tanpa ganti rugi. Mengenai pengambilan secara paksa, kebun atau tanah yang menjadi milik penduduk diambil dan ditanami tanpa pengetahuan penduduk. Apabila penduduk menuntut tanahnya kepada perusahaan, maka perusahaan mengatakan bahwa tanah tersebut adalah tanah hutan. Penduduk diminta  menunjukkan bukti  secara  tertulis jika tanah tersebut milik mereka. Akan tetapi, tidak seorang pun pendududk memiliki bukti secara tertulis. Untuk mempertahankan kebun yang disengketakan penduduk tersebut, pihak perusahaan menggunakan  tentera atau  orang yang menyamar sebagai tentera.

Apabila cara pertama yaitu pengambilan tanah secara paksa gagal, maka pihak perusahaan akan menempuh cara kedua yaitu mengambil tanah dengan membayar  ganti rugi mengikut harga yang ditentukan oleh pemerintah. Pihak perusahaan membayar uang tersebut kepada pemerintah, dan pemerintahlah yang akan membayarnya kepada penduduk. Cara ini dilakukan apabila tindakan perusahaan telah mendapat sorotan tajam dari masmedia dan NGO (Non Goverment Organisation). Tetapi terdapat perbedaan harga yang mencolok, dalam kasus Pulau Bintan misalnya, perusahaan memberi ke pemerintah Rp.2000/ meter, lalu diganti rugi ke masyarakat Rp.50,-/meter

Cara kedua ini juga dilakukan oleh pihak perusahaan karena sebab-sebab yang lain. Cara ini menjadi pilihan pertama apabila perusahaan mengambil tanah penduduk yang mempunyai bukti pemilikan secara tertulis. Ataupun sebelum tanah mereka diambil penduduk sudah mengadakan  unjuk  rasa  agar tanahnya dibayar dengan harga yang sesuai. Proses ganti rugi biasanya  melalui pemerintah yang menentukan nilai ganti rugi, setelah itu meminta persetujuan penduduk. Perusahaan  tidak langsung membayar ganti rugi  kepada penduduk tetapi melalui pemerintah.

Cara ketiga adalah membeli tanah  penduduk dengan cara paksa. Cara ini diambil karena tanah tersebut tidak bisa diambil secara paksa disebabkan adanya bukti kepemilikan yang jelas. Untuk itu perusahaan membuka kebun baru atau meluaskan pabrik dengan mengepung tanah penduduk. Akibat tindakan perusahaan itu tanah penduduk sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi. Perusahaan tidak lansung membeli tanah penduduk, sebab kalau perusahaan yang membeli, harga tanah akan mahal. Oleh sebab itu yang membeli umumnya adalah pemerintah atau hanya kepala desa dengan harga yang lebih murah dan pemerintah atau kepala desa yang akan menjualnya kepada perusahaan dengan harga yang ditentukan perusahaan tetapi biasanya lebih mahal daripada harga membeli.

Cara keempat adalah menciptakan keadaan agar masyarakat menjualkan tanah mereka. Caranya adalah mengembangkan sikap konsumtif pada masyarakat dengan menawarkan pelbagai jenis barang baru, menggalakkan menjual tanah untuk membangun rumah atau pergi ke Mekah. Selain itu menciptakan kekhawatiran di kalangan penduduk bahwa jika tanahnya tidak dijual sekarang, tanah itu akan diambil oleh pemerintah dengan ganti rugi yang lebih rendah.

Ada dua alasan utama masyarakat menjual tanahnya. Pertama, daripada tanah itu diambil secara paksa oleh orang lain dan dibayar dengan harga yang lebih murah, lebih baik dijual dengan harga yang agak tinggi. Kedua, sebagai sumber kehidupan, karena pekerjaan sudah susah diperoleh, sedangkan sumber uang lain tidak ada. Salah satu cara untuk mendapatkan uang yang banyak dan hidup senang adalah dengan menjual tanah.  Ada juga yang  menjual tanah hanya karena ingin pergi ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji.

Dalam hubungan ini, peranan  Kepala Desa teramat  penting untuk menentukan  tanah penduduk laku dijual. Jika penduduk ingin  menjual tanah mereka secara langsung pada pengusaha pabrik, biasanya tidak mendapat tanggapan. Untuk menjual tanah mereka, penduduk harus menyerahkan tanah mereka kepada kepala desa lebih dahulu. Kepala desa yang akan  menentukan harga tanah tersebut. Setelah itu baru tanah tersebut dijual kepada pihak yang memerlukannya. Biasanya yang membeli tanah itu adalah kepala desa sendiri.

Setelah refomasi ini, ada kecendungan baru bahwa perusahaan mengorganisir orang luar dari desa untuk membeli tanah penduduk tersebut, seolah-olah tidak ada ikut campur perusahaan. Setelah tanah itu pindah tangan, perusahaan mengganti rugi ke pembeli dengan harga yang bisa dinegosiasikan. Harapannya tentu saja, perusahaan bisa lepas dari jerat hukum dan secara perlahan tentu dengan mudah menggusur masyarakat di kawasan tersebut.””””””

my lovely wife