Opini . Rawa
El Amady
“Teman saya,
bercerita: dia punya pengalaman menarik ketika dari stasiun kereka api naik
taksi hendak ke Keduataan Indonesia. Sopir taksi, seorang warga Malaysia dan
suku melayu, heran-heran ketika dikasih tahu bahwa dia orang Indonesia. Kata
sopir taksi ke teman ku itu, orang Indonesia yang dijumpai di Kuala Lumpur
tidak pernah berpakaian rapi dan necis. Teman ku itu
menjelaskan bahwa dia bukan pekerja, tapi mahasiswa. Si Sopir taksi malah balik
bertanya, “di Indonesia tidak ada universitas ya?” Karena kesal,
temanku itu menjawab bahwa satu-satunya orang Indonesia yang kuliah hanya dia
sendiri. Si sopir
tadi memperlakukan teman ku tadi dengan sopan”
Cerita teman saya tadi sangat mewakili pandangan umum
warga Malaysia tentang Indonesia. Bahkan lebih dari itu, jika pernah tinggal di
Malaysia sudah tentu pernah merasakan sikap sentimen sebagian besar rakyat
Malaysia terhadap warga Indonesia. Beberapa dosen bahkan dengan
sengaja menceritakan tentang kemiskinan, keterbelakangan, dan pemerintahan
Indonesia yang bisa diatur dengan uang “pokoknya bisa diatur”. Begitu juga
beberapa mahasiswa pasca yang bertanya apakah di Indonesia ada bioskop, dan
sebagainya. Rasanya aneh ya, Malaysia di Indonesia dikenal sebagai negara yang
maju bidang ekonomi dan pendidikan, tapi pertanyaan sangat terkebelakang.
Kalau mau jujur, bahkan diakui
oleh Pedana Menteri Malaysia sekarang bahwa dirinya berasal dari Indonesia,
begitu juga beberapa raja di Malaysia merupakan keturuanan dari Raja Bugis,
Raja Minang, Raja dari Aceh dan seterusnya. Bahkan beberapa tokoh yang sangat
disegani di Malaysia dalam bidang pendidikan masih sangat jelas dalam
biodatanya menyebut keturunan Indonesia. Tapi kenyataannya generasi kedua dan
ketiga yang keturunan Indonesia sangat tidak mengetahui Indonesia. Padahal,
dalam kehidupan sehari-harinya kultur keluarganya masih sangat kental budaya
Indonesia. Ketidaktahuan tenang Indonesia karena mereka ini dulu berasal dari
kampung, miskin dan tidak berpendidikan di pelosok Indonesia. Sehingga kesannya
tentang Indonesia sebagaimana kesannya ketika dulu dia meninggalkan Indonesia.
Suatu kali saya diundang keluarga
Malaysia yang keturunan Madura, ternyata tata acara pesta di rumah tersebut
persis sepeti perayaan keluarga Madura, padahal keluarga tersebut sudah
generasi ke dua.
Suatu kali saya diundang keluarga
Malaysia yang keturunan Madura, ternyata tata acara pesta di rumah tersebut
persis sepeti perayaan keluarga Madura, padahal keluarga tersebut sudah
generasi ke dua.
Berbeda dengan Amerika Serikat, migran yang
datang ke Malaysia dengan tiga alasan, pertama, hubungan kekerabatan khususnya suku Melayu di
Malaysia mempunyai hubungan kekeluargaan dengan suku Melayu yang ada di
Sumatera, dan Kalimantan, termasuk juga suku bungis yang kemudian banyak
menjadi raja di kerajaan Malaysia.
Kedua, hubungan
pekerjaan, dibawa oleh penjajah Belanda terutama yang dari Jawa untuk bekerja
di perkebunan di Semenanjung, begitu juga pekerja dari India dan China yang
bawa Inggris. Kemudian pada tahun 1980-an, `ketika issu etnis berkembang di
Malaysia, migrasi ke Malaysia menjadi issu politik untuk penyeimbang etnis dari
China. Pada tahun-tahun terakhir ini, migrasi ke Malaysia lebih dominant atas
alasan pekerjaan.
Ketiga, kehadiran buruh
migran dari Indonesia menjadi alat
politik bagi etnis melayu untuk menyeimbang kekuatan kuantitas etnis Tionghoa.
Kehadiran buruh baik legal mauapun ilegel, secara politik menguntungkan Melayu,
secara ekonomi yang memakai tenaga buruh Indonesia adalah etnis Tionghoa. Jelas
sekali bahwa buruh migran yang dituduh sebagai penyebar
masalah bagi Malaysia harus diakui tidak lepas dari skenario dalam rangka
penyimbang politik antar etnis. Jika dari tahun 1980-an Malaysia tidak
kedatangan buruh dari Indonesia maka
keiseimbangan etnis Melayu akan tergeser oleh etnis china dan etnis India.
Tetapi karena politik udara tertutup dan chauvinisme yang dibangun anak-anak
dari warga asal Indonesia menjadi tidak mengerti tentang Indonesia bahkan
menjadi poin melawan dan membenci Indonesia.
Latar belakang para imigran ini
mempengaruhi watak dan cara pandang warga Malayaisa keturunan Indonesia yang
mayoritas di Malaysia mulai dari kelas bawah sampai ke kelompok yang paling
elit dipemerintahan. Mulai dari Raja, kementrian dan professor-profesor berasal
dari keturunan suku-suku yang ada di Indonesia. Kebijakan Malaysia tahun
1980-an yang memutihkan status kewarganegaraan dari illegal kemudian diberi
status kependudukan melalui kartu sebagai penduduk, setelah beberapa tahun
memegang kartu diakui sebagai penduduk kemudian diangkat status menjadi warga
negara. Sementara
itu, sejak bermigrasi ke Malaysia informasi tentang Indonesia tertutup.
Malaysia mulai membangun pondasi
bernegara dengan basis dasar ekonomi, membangun landasan politik udara
tertutup, dan chauvinisme Malaysia. Kita bisa memaklumi mengapa Malaysia
memberlakukan kebijakannya seperti ini. Malaysia memang menghadapi masalah
kultur berbangsa. Tidak ada kultur dasar berbangsa di Malaysia, setidaknya ada
tiga kultur besar di Malaysia, yaitu Melayu, China dan India. Kultur Melayu
lebih 80 persen berbasis kultur etnis yang ada di Indonesia, budaya Minang,
budaya Jawa, budaya Bugis, budaya Banjar, Budaya Madura dan etnis lain yang ada
di Indonesia. Seluruh etnik Melayu diikat dalam satu civiliasi Islam, untuk
memperkecil konflik diatur masyarakat dalam sistem dua sistem besar Islam dan
non Islam.
Malaysia perlu melihat problem
ini, dengan jalan mengurung budaya mereka ini sebagai budaya asal di Malaysia.
Ketika terjadi konflik budaya reog ponorgo dan beberapa tari, serta nyanyian
daerah diakui sebagai budaya mereka, sumbernya adalah terputusnya informasi
tentang asal keturunan mereka. Pemerintah Malaysia berhasil menjadikan warga
yang berasal dari Jawa mengerti mereka berasal dari Jawa tetapi tidak begitu
mengerti kalau Jawa itu bukan di Malaysia atau memutus informasi bahwa budaya
yang mereka anut berasal dari budaya Jawa yang ada di Indonesia. Informasi
tentang Indonesia sangatlah terbatas diketahui, bahkan generasi pertama yang ke
Malaysia hanya punya informasi tentang Indonesia hanya sebatas desa tempatnya
berada dan pengalaman sepanjang jalan menuju Malaysia.
Kehadiran buruh migran dari
Indonesia yang seakrang dituduh sebagai penyebar masalah bagi Malaysia harus
diakui tidak lepas dari skenario dalam rangka penyimbang politik antar etnis.
Jika dari tahun 1980-an Malaysia tidak kedatangan buruh dari Indonesia maka
keiseimbangan etnis Melayu akan tergeser oleh etnis china yang sudah pasti bisa
bergabung dengan etnis India. Tetapi karena politik udara tertutup dan
chauvinisme yang dibangun anak-anak dari warga asal Indonesia menjadi tidak
mengerti tentang Indonesia bahkan menjadi poin melawan dan membenci Indonesia.
Untuk membangun identitas dan budaya bangsanya,
malaysia tidak ada pilihan, kecuali mengungkung warga dari informasi dari luar
melalui kebijakan langin tertutup, otoriter terhadap media dan masyarakat
sehingga media memberitakan yang baik-baik dan hebat-hebat tentang Malaysia. Sebaliknya memberita yang jelek-jelek tentang negara lain terutama
Indonesia. Secara internal masyarakatnya tidak ada yang bisa dibanggakan oleh
Malaysia, raja-rajanya, menteri-menterinya tokoh ilmuannya umumnya berasal dari
keturunan Indonesia. Mereka tidak pernah berperang, merdeka dengan mudah dihadiahi
Inggeris jadi tidak ada sejarah patriot yang bisa disampaikan kepada anak cucu
mereka. Secara etnis mereka tersaingi oleh etns china
Kalau orang Indonesia memandang kesamaan antara Malaysia dan Indonesia adalah sikap yang salah besar, pilosofi serumpun bagi Malaysia adalah serumpun bambu, yang berarti serumpun bambu tidak mesti sama. Malaysia harus jadi batang bambu yang tinggi dan besar tidak peduli batang bambu nya itu mengurangi bahkan menyebabkan rumpun bambu yang lain mati. Bagi malaysia konsep serumpun itu baru berguna jika menguntung negara mereka, tidak ada toleransi sedikitpun bagi malaysia kalau itu merugikan mereka bahkan mereka harus mengambil hak batang bambu yang lain agar bisa lebih besar dari batang bambu yang lain.
4 komentar:
Hahaha......mungkin itulah enaknya bekas negara jajahan Persemakmuran .....coba kalau Indonesia dulu dijajah oleh Inggris ....dan bukan oleh Belanda atau Jepang....pasti akan berbeda hasilnya....
heheheh tapi tetap sama2 dijajah ya bung
Ya memang...."DULU" ...sama saja dengan Amerika yang juga "DULU" dijajah Inggris ...dan Ingrris "DULU" dijajah Romawi .....
°=-?..НММ..=-?°
<8-|
>
...gitu "Ɣǻǎªª gan,,,,pantes.. :)
Posting Komentar