Oleh rawa el
amady
Kehadiran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada saat
menangkap tangan pelaku korupsi venu
PON tahun 2012 memang sudah ditunggu
lama para penyokong gerakan anti korupsi di Riau. Bayangkan, dari tahun 2002
saya waktu itu membentuk Koalisi Anti Korupsi (KAK) tetapi koalisi ini berumur pendek. Sepuluh tahun sejak
berdirinya KAK baru hadir KPK di Pekanbaru.
Saya membagi tiga jenis penting dalam memahami tindak korupsi di Riau.
Pertama, korupsi legal. Adapun
yang dimaksud dengan korupsi legal adalah tindakan korupsi yang disahkan
melalui peraturan daerah APBD. Bentuknya
dapat dilacak melalui proyek besar,
proyek dadakan dan proyek bantuan. Proyek besar terutama berupa fisik nilai
proyek ditentukan dengan mark up melebihi 40%. Lihatlah sepuluh tahun terakhir
bangunan besar dibangun dengan tujuan mengeruk uang rakyat.
Modusnya pihak broker atau pengusaha sudah punya detail
anggaran yang tentu saja dengan nilai untung yang lumayan. Lalu, rencana ini
dibawa oleh broker ke eksekutif dan anggota legsilatif secara bersamaan. Disitu
dibahas mark up harganya, serta
pembangian fee masing-masing, baik itu legislatif, eksekutif, dan broker,
sementara perusahaan yang akan menang sudah juga sudah ditentukan.
Mark up biasanya
minimal 40% maksimal bisa 100% tergantung pada jenis bahan yang akan
dipakai. Misalnya, untuk proyek desain
interior ruangan tentu mark up nya bisa
melebihi 100% karena bahan sulit terbaca secara jelas.
Pada peiode tender,
panitia tender tentu sudah dapat instruksi dari anggota legislatif
dan god
father nya untuk menetapkan sarat-sarat yang rumit untuk memuluskan
kemenangan pengusaha tadi. Pengusaha
akan mengikutkan sebanyak-banyaknya perusahaan miliknya misalnya 5 perusahaan,
sehingga mengecilkan peluang bagi perusahaan lain. Begitu proses tender berjalan sang pengusaha pasti menang melalui beberapa perusahaannya yang ikut.
Selain itu, di Riau, sudah sejak lama terdapat anggaran
bantuan kepada masyarakat seperti ke ormas, ke mesjid, ke sekolah-sekolah yang
setiap orang bisa dengan mudah memanfaatkan anggaran tersebut. Anggaran program
bantuan ini hampir seluruhnya fiktif, kalau tidak fiktif yang sampai ke
masyarakat kadang kurang dari 25% dari nilai anggaran. Ada seorang anggota DPRD menawarkan ke pada
saya program bantuan ke lembaga saya, lalu dia secara terbuka meminta 75% dari
nilai bantuan tersebut. Tentulah saya tolak.
Para anggota DPRD selalunya turun ke daerah pemilihannya,
lalu memberikan bantuan, seolah-olah jadi orang baik dan pemurah, padahal uang
bantuan tersebut diberikan melalui anggaran daerah alias uang rakyat. Nilai
proyek mencapai 200 juta rupiah, yang disampaikan ke masyarakat paliang 25 juta
rupiah, kadang hanya dibeli barang yang harganya nauzubillah.
Harus diingat bahwa korupsi yang dilakukan oleh legal dan
laporan pertangungjawabannya rapi dan bisa mendapat cap wajar tanpa syarat dari
BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)
Kedua, korupsi konservatif. Bentuk-bentuk
korupsi meliputi, pertama, tidakan
nepotisme yaitu memberi peluang sebesar-besarnya kepada keluarga, dan kawan
dekat untuk mendapatkan keuntungan atas jabatan yang dipegangnya. Oleh sebab
itu, apabila seorang pemimpin berasal dari satu kaum, maka jabatan dan pegawai
yang diterima akan lebih banyak dari kaum kerabatnya. Berikut juga aktivitas
bisnis yang lekat pada jabatan tersebut, maka akan ramailah keluarga pejabat
tersebut yang menjadi pebisnis memenangkan beberapa proyek dan mendapat
pelayanan istimewa dari bawahannya.
Korupsi
yang umum dilakukan du birokrasi Indonesia melakukan tindakan yang amat penting
adalah secara interen melakukan pemotongan seluruh biaya yang
dikeluarkan untuk pembangunan, bantuan dan sebagainya yang tidak diketahui
secara langsung oleh penerima. Ketika berhadapan dengan masyarakat birokrasi
melakukan penyogokan, masyarakat yang ingin berurusan dengan birokrasi
diwajibkan menyediakan uang pelancar. Tanpa ada uang sogokan semua urusan tidak
cepat selesai.
Bentuk sogokan ini terbagi menjadi tiga bahagian iaitu
pertama, menerima sogokan secara langsung dari masyarakat berupa uang, dan
benda lainnya. Kedua, korupsi bertingkat. Korupsi ini
berbentuk jaringan multi level
marketing. Seorang bos mendapat jumlah uang hasil korupsi lebih besar yang
berasal dari anak buahnya. Makin banyak jumlah anak buah yang dimilikinya makin
besar pula jumlah uang haram yang diterimanya. Misalkan seorang bos memiliki
lima sub bidang, maka setiap sub bidang wajib menyerahkan uang tertentu kepada
bos, apabila anak buah bertindak curang maka jabatan akan menjadi ancamannya.
Sub bidang memiliki seksi, dan seksi memiliki anak buah, sampai ke RT. Sebab itu sudah lumrah kita dengar, mau dapat satu jabatan harus beli jabtan
ke pimpinan, tanpa bayar jangan mimpi dapat jabatan.
Ketiga, korupsi biaya rutin. perancangan biaya rutin operasional kantor penyusunan anggaran yang tidak
berdasarkan kepentingan riil setiap bulan. Setiap tahun belanja rutin
operasional kantor tetap dan selalu bertambah, walaupun barang yang tidak habis
pakai yang usianya lebih dari setahun.
Pertanyaannya mengapa korupsi di daerah khususnya di Riau
begitu meraja lela? Prof. Dr. Syed Hussein Alatas dalam bukunya The
Sociology Of Corruption 1968 dan Corruption: It’s Nature, Causes and
Functions 1990 bahwa cara untuk memberantas korupsi tergantung pada kemauan
kelompok pemimpin. Pada masyarakat Asia
yang masih berpegang pada nilai paternalistik semua perubahan berawal dari
pimpinan. Oleh karenanya watak seorang
pemimpin lebih penting daripada struktur politik dan pemerintahan. Pernyataan
Alatas ini secara tegas mengisyaratkan korupsi yang terjadi di daerah karena
mendapat dukungan dari pemimpin, jika tidak ingin menyebutkan pimpinannya juga
korupsi. ****
Sudah terbit di harian Detail 9 Mei 2012
13 komentar:
Kalau koropsi berantai termasuk model yang mana mas.....sampai kebawah yang paling ujung terimanay paling sedikit mas
terima kasih sudah mampir ... itu yang saya sebut korupsi bertingkat.. nernemtuk multilevel... itu terutam terjadi di pemerintahan... salam
korupsi di negeri ini sepertinya memang tidak ada habisnya ya Gan.. :( memprihatinkan
banyak mantan dan pejabat di hampir di seluruh indonesia yang sudah menjadi tersangka..
ya begitulah Rizal.... tapo kita harus memulai dari kita untuk memperbaikinya ... salam
korupsi tidak menjadi hal yg tabu lagi. korupsi sudah merupakan tindak kriminalitas. para pemegang kekuasaan memiliki peran penting trhadap perubahan kondisi dan situasi daerahnya. korupsi secara berjamaah tentunya itu tidak akan terjadi klw tidak ada "imam"nya. Riau yang kini sedang mempersiapkan hajatan besar dalam pesta olahraga, mendapat sandungan ketika beberapa "kroco-kroco" anggaran dan pelaksana sudah jadi tersangka. kini kita sedang tunggu "dedengkot/induk semang" dari tindak kriminal tersebut agar masalah korupsi bisa di minimalisir khususnya di Riau.
terima kasih bilal udah mampir keadaan sekarang memang begini, ayoo kita mulai perbaiki setidaknya dari diri sendiri...
Hmmm.... berat. Rupanya perjuangan masih jauh dan sangat melelahkan serta berdarah-darah.
terima kasih Bro Mus Sudah mampir, walau berat kita harus memulainya setidaknya dari diri sendiri dulu,
Berantas Korupsi berapa Generasi?
Jika saat ini kita mulai menyadari parahnya dampak korupsi bagi masa depan bangsa dan negara ini dan kita mulai menanamkan nilai-nilai "anti korupsi" itu kepada anak keturunan kita, maka hemat saya diperlukan 2 sampai 3 generasi baru akan terasa perbaikannya, karena sesiapa yang telah pun tertanam nilai-nilai anti korupsi itu, belum tentu 100% tidak akan korup, karena disamping faktor internalisasi nilai itu, faktor eksernal (pergaulan, lingkungan, tuntutan kehidupan keluarga, dsb.) akan sangat berpengaruh.
Setidaknya marilah kita mulai perbaikan itu dari sekarang, dari diri sendiri dan keluarga.
Jangan semakin berkuasa, semakin tua dan semakin kaya, tetapi semakin kuat pula dorongan untuk korup lebih besar dan masih selalu melakukannya.
Ingatlah semuanya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Yang Maha Kuasa. Iya kalau masih sempat bertobat. Kalau tiba-tiba "jeduut" - kembali kehadirat-Nya?. Bagaimana? Marii sama-sama perbaiki diri dan saling mengingatkan, agar anak cucu kita hidup sebagai bangsa yang bermarwah dan berkeadilan. Tidak mungkin ada "keadilan" jika korupsi masih merajalela, karena semua bisa "dibeli" - dengan uang hasil korupsi.
saya setuju sekali kita harus memulai dari diri sendiri... menurut saya jiK S kwbijKn yang tepat langkah yang tepat juga maka korupsi bisa diberantas sekarang juga.
mantap analisnya coy....
mantap analisnya coy....
Posting Komentar