Sistem Pengupahan Nasional :Buruh dan Pengusaha Dirugikan



.
Oleh rawa el amady

Akhir Januari 2012 di Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mencatat sejarah penting, harus merubah kebijakan  Upah Minimum Propinsi (UMP) Banten karena didemontrasi massa buruh. Para buruh merasa keputusan atas upah di Provinsi Banten  tidak dipertimbangkan atas dasar kebutuhan dasar buruh.

Bagi saya, momen ini sangat penting karena kebijakan tenaga di Indonesia berpotensi mengurangi hak-hak buruh dan pengusaha khususnya usaha kecil dan rumah tangga. Kebijakan upah di Indoneia  belum berorientasi pada penyelesaian masalah, justru membesarkan  masalah bagi buruh dan pengusaha. Mengapa demikian?

Pertama, pemerintah belum mempunyai standar kebutuhan minimal buruh. Variabel kebutuhan dasar buruh belum mencakupi kebutuhan perumahan, kesehatan dan rekreasi.  Akibatnya bagi buruh yang mendapat gaji minimal UMP, belum bisa hidup layaknya sebagaimana mestinya. Selain itu, analisa kebutuhan pokok belum mempunyai rumus yang pasti dan bisa berlaku untuk semua propinsi. Itulah sebabnya terjadinya perbedaan UMP yang mencolok antara provinsi Banten dan Jakarta padahal keduanya mempunyai kedekatan karateristik.

Kedua, pengupahan di Indonesia  ditentukan oleh  regioan daerah berdasarkan provinsi dan kota kabupaten. Setiap tahun ada kebijakan perubahan nilai upah yang ditentukan berdasarkan provinsi dan kabupaten/kota. Kebijakan ini bagi pengusaha merugikan.

Penentuan upah berdasarkan kota dan kabupaten akan medistorsi seperti kasus Provinsi Banten. Secara kebutuhan dasar buruh  sama dengan kebutuhan Jakarta tetapi karena keberadaannya di Provinsi Banten buruh mendapat UMP yang lebih murah, bagi buruh di Banten dirugikan, bagi pengusaha yang berada di Jakarta tentu juga dirugikan karena karatersitik yang sama harus membayar gaji yang lebih mahal.

Kondisi yang sama juga terjadi diarea perbatasan kota dan kabupaten, daerah kabupaten yang secara de fakto  sudah berkarateristik kota harus menerima beban dari kebiajakan ini. Contoh konkritnya di Pekanbaru, kawasan Pasir Putih yang secara karateristik kota tetapi secara de jure berada di area kabupaten kampar.

Ketiga, problem terbesar dari sistem pengupahan adalah kenaikan upah setiap tahun. Ketentuan kenaikan setiap tahun ini sangat merugikan pengusaha. Kenaikan gaji setiap tahun bertolak belakang dengan sistem penilaian kinerja karyawan. Karyawan yang kwalitasnya rendah ikut menikmmati kenaikan gaji karena kebijakan ini. Seharusnya, penetapan upah tersebut  dlakukan pada periode lima tahunan. Penetapan lima tahun ini memberi ruang bagi pengusaha untuk membuat perencaan keuangan, kareana tersedinya spere waktu  dan untuk memberi penilaian bagi karyawan yang berkualitas. Karyawan yang berkualitas akan dinaikan gajinya secara bertahap setiap tahunnya, sedangkan yang tidak berkualitas harus menunggu lima tahun baru dinaikkan gajinya.Tentu pemerintah mau tidak mau harus menekan inflasi selama lima tahun tersebut.

Problem lain adalah penetapan UMP  dilakukan pada akhir tahun, dimana  pihak pengusaha sudah merencanakan biaya gaji untuk tahun berikut. Kalau harus setiap tahun ditetapkan, seharusnya sudah ditetapkan pada bulan Oktober setiap tahunnya.

Keempat, kebijakan pengupahan tersebut bersifat kontra produktif, khususnya bagi perusahaan kecil dan  rumah tangga. Disatu sisi pemeritah menggalakan tumbuh kembangkanya usaha kecil dan rumah tangga, di sisi sistem pengupahan nasional tidak berlakukan perlindungan pengupahan bagi usaha kecil dan rumah tangga. Seharusnya, ada pembedaan UMP bagi perusahaan menegah dan besar dengan usaha kecil dan rumah tangga. Komponen pengupahan perusahaan menengah dan besar harus mempunyai bobot yang lebih luas dan lebih besar, seperti variabel rumah  nilainya lebih besar, variabel rekreasi juga lebih besar, begitu juga variabel konsumsi, dan lainya. Dengan demikian perusahaan kecil dan rumah tangga bisa menyesuaikan kebutahan pembiayaan untuk gaji dengan pembiayaan produksi lainnya.

Sekian, urun rembuk masalah sistem pengupahan nasional, semoga ada manfaatnya.

3 komentar:

Anonim mengatakan...

Cukup menarik bahasannya, yg menjadi pertanyaan saya berdasarkan apakah usulan penulis penetap anggaran gaji setiap tahun seharusnya pd bl okt?
Overall bahasannya menarik, tetapi yg perlu menjadi pertimbangan juga adanya tulisan di salah media mengenai perbandingan tunjangan pensiun antara negara kita dan malaysia. Cis

rawa el amady mengatakan...

terima kasih mba sudah mampir, pada dasarnya saya mengusulkan agar tidak setiap tahun UMP naik, tapi pemerintah seharusnya menetapkan selama lima tahun ... ... saya belum baca mba berita itu... di malaysia kalau berdasrakan kebutuhan di malaysia juga kecil mba... nah kalau kerja di Malaysia terus makan di Indonesia baru besar gajinya, para tkw dan tki kita itu kesannnya besar karena mereka kerja hmapir 18 jam sehari....

ISAR mengatakan...

Bagus sekali ulasannya...bertepatan dengan demonya para buruh di bundaran HI hari ini.Memang harusnya ada pembedaan pengupahan untuk perusahaan Multinasional baik asing maupun dalam negeri dan juga perusahaan kecil dan skala rumah tangga-agar pengusaha kecil tidak pailit ....


my lovely wife