Lahan Bisnis Para GURU

Untuk membantu calon siswa dan siswa pemerintah pusat mengeluarkan program BOS dan membebaskan uang pendapaftaran untuk masuk sekolah. Kenyataannya, semua sekolah negeri (yang disurvey) memungut biaya untuk uang baju, buku dan bangku, untuk SD mencapai Rp.200 ribu sedangkan SMP mulai dari Rp 400 ribu sampai Rp.800 ribu, sedangkan SMU mulai dari Rp 1 jt sampai Rp 1,8 jt (hasil investigasa BAP tahun 2006 di Riau). Pungutan ini tetap berlanjut selama menjadi siswa di suatu sekolah. Mungkin inilah sebabnya Room Topatimasang menyebutkan sekolah hanya untuk orang kaya, jika miskin tak mungkin mampu menyediakan dana sebesar itu.



Lahan Bisnis di Sekolah
Hasil investigasi (mewawancarai orang tua murid) Badan Advokasi Publik (2006) dijumpai beberapa praktek bisnis yang dijalan pihak sekolah;

Pertama, sekolah sebagai tokok pakaian dimana guru bertindak sebagai pedagang pakaian. Pihak sekolah menjadi pedangang pakaian ke anak-anak muridnya, sehingga seluruh pakaian sekolah harus beli di sekolah. Pakaian termasuk sepatu, baju, baju olah raga, baju melayu, topi, dan pernak-pernik lainnya. Ini disebabkan ada aturan bahwa wajib pakaian seragam.

Kedua, sekolah sebagai tokok buku dimana guru bertindak sebagai pedagang buku, pihak sekolah mewajibkan murid-muridnya membeli buku di sekolah bermacam buku, buku terbitan Jakarta, terbitan lokal, dan termasuk juga alat tulis. Satu keluarga miskin di Sri Merantik Rumbai Pesisir membatalkan anaknya masuk sekolah dasar karena harus membeli buku dan baju dan harus bayar lunas. Padahal peraturan pemerintah melarang sekolah menjual buku.

Ketiga, pedagang bangku, setiap anak yang baru masuk terutama bagi yang baru pindah dari sekolah lain diwajibkan oleh pihak sekolah membayar uang bangku yang nilianya mencapai Rp.300 rb, padahal bangku dan kursinya sudah ada.

Keempat, pengumpul pernak pernik sekolah seperti hordeng, penghias pintu, bunga plastik dan hasil karya tangan lainnya yang bisa memperindah sekolah. Bagi sekolah baru murid dibebankan secara bersama membeli kebutuhan sekolah tersebut. Caranya melalui pelajaran hasil karya anak-anak, anak-anak diwajibkan membawa sesuatu sebagai karya tangan lucunya lebih disarankan dibeli. Sumbangan siswa tersebut diakui sebagai milik sekolah.

Kelima, sekolah sebagai pengusaha EO (event organizer), dimana pihak sekolah mengadakan acara besar-besaran khususnya untuk perpisahan. Bayangan sekolah bisa siaran tunda di televisi atau jalan-jalan ke luar daerah, dan menyediakan hadiah untuk para guru dan sekolah sementara biaya dibebankan ke siswa.

Keenam, sekolah sebagai pengusha bimbingan belajar. Sekolah memaksa murid untuk ikut bimbingan belajar harus membayar dari pelajaran yang seharusnya diajarkan pada waktu jam sekolah. Ini menandakan bahwa guru sengaja mengurangi capaian pelajaran di di jam sekolah agar ada alasan untuk tambahan bimbingan, karena bimbingan tersebut juga dilakukan guru yang sama.

Selain keenam jenis bisnis tersebut, masih dijumpai di beberapa sekolah favorit melakukan praktek percaloan, bagi siswa yang akan masuk ke sekolah favorit tersebut dengan kemampuan yang terbatas maka tersedia calo yang bisa meluluskan dengan jumlah bayaran tertentu. Untuk tingkat SMU uang yang harus disediakan lebih dari 5 juta rupiah sedangkan untuk SMP dan SD harus menyediakan uang 2 sampai 4 juta rupiah.

Harus diperbaiki

Pemerintah harus melakukan pembenahan secara mendasar, bukan dari sector biaya dan bangunan fisik saja. Fakta diatas menunjukkan bahwa sangat diperlukan perangkat sistematik yang bisa mengawasi prilaku sekolah dan pembelaan hak-hak kepada murid dan orang tua murid. Selama ini, sistem pengawasan itu yang belum terbentuk dan kalau ada murid yang protes maka murid tersebut yang menjadi korban dan belum ada sanksi yang diberikan kepada pemerintah kepada pihak sekolah.


Setidaknya pemerintah perlu melakukan, Pertama, menghapus aturan pakaian seragam. Di luar negeri pakaian seragam itu dipergunakan sebagai indetitas pengawasan kepada murid, jadi selama diluar rumah murid diwajib menggenakan pakaian seragam dan kebanyakan negara tidak mewajibkan pakaian seragam. Penghapusan pakaian seragam ini mempunyai makna positif yaitu meningkatkan sloidaritas social karena rasa simpati kepada yang berpakaian tidak layak. Selain itu, siswa sudah diberi tahu tentang adanya orang yang lebih susah dari dirinya sehingga dapat menciptakan kedisplinan diri.


Kedua, perlu sekali penerapan sistem transparansi sekolah, pemerintah pusat yang sudah mengesahkan UU Tranfaransi Publik, daerah harus segera mengikutinya. Transparansi ini akan menghilangkan praktek calo di sekolah karena hasil ujian diumumkan secara terbuka. Begitu juga praktek lain seperti enam item diatas.
Ketiga, tersedianya fasilitas perlindungan bagi siswa dan orang tua murid yang mengungkapkan tindakan yang tidak bermoral di sekolah.

Ketiganya bisa terlaksana secara baik apabila sudah ada kepastian hukum dan pelaksanaan hukum dan hukum tidak memandang bulu.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Statementnya bagus tapi untuk yang satu ini seperti saya tidak setuju.
=====================================
Setidaknya pemerintah perlu melakukan, Pertama, menghapus aturan pakaian seragam. Di luar negeri pakaian seragam itu dipergunakan sebagai indetitas pengawasan kepada murid, jadi selama diluar rumah murid diwajib menggenakan pakaian seragam dan kebanyakan negara tidak mewajibkan pakaian seragam. Penghapusan pakaian seragam ini mempunyai makna positif yaitu meningkatkan sloidaritas social karena rasa simpati kepada yang berpakaian tidak layak.
=======================================
Pertama, kalo pelajar tidak memakai seragam maka masalah tidak akan muncul pada masalah biaya bajunya tapi nanti mental dari para pelajar tersebut yang akan muncul beraneka ragam. Seperti rasa minder, jurang kepribadian. Apa anda tahu kalo sekarang ini banyak alayer yang ada di kalangan pelajar maksud saya yang pakaiannya sebagus-bagusnya menurut dia yang bisa membeda-bedakan seseorang.
Saya pikir solusinya bukan dengan bebas mengenakan pakaian bebas tapi dengan memberikan seragam gratis dari pemerintah bagi seluruh pelajar di Indonesia.
Kalo pemerintah tidak bisa yang sudah tinggal tunggu saja kehancuran negeri ini secara perlahan.
Atau pikiran gila saya mengatakan, kalo negara kita memiliki setidaknya 200.000.000 penduduk.
Kalo misalkan satu orang menyumbangkan uang Rp. 1000. Tapi mungkin yang jadi masalah mengumpulkan uang tersebut. Maka negara ini bisa mendapatkan uang sebesar Rp. 200.000.000.000 untuk membeli pakaian seragam gratis tiap tahunnya.

rawa el amady mengatakan...

terima kasih sudah mampir dan memberi komentar yang positif, saya sebenarnya ingin engingatkan agar kita semua terutama anak sekolah agar merasakan perbedaan dari awal, agar setelah tamat sekolah tidak kehilangan identitas karena terbisa seragam.. salam


my lovely wife