Komplotan Tauke

M. Rawa El Amady

1.

Nas, Bedi, Man dan Yuni, adalah tokoh yang sangat berpengaruh di desa Gunung Petai. Mereka berempat ini selain melek huruf, biasa pergi ke kota dan membina hubungan dengan banyak orang, mereka semuanya tauke. Dari 500 keluarga yang ada di desa Gunung Petai mereka merupakan tauke di desa tersebut. Jika ada masalah di desa semua bisa diselesaikan oleh kwartet tokoh desa ini.

Suatu hari masyarakat di kumpul di balai desa. Semua masyarakat di jelaskan bahwa desa tersebut akan membuat koperasi, dan semua masyarakat diminta tanda tangan. Katanya kalau ada koperasi masyarakat bisa minjam. Sebelum rapat mereka sudah menetapkan Bedi Ketua, Nas bendahara, Man Sekretaris dan Yuni pengawas, yang akhirnya ditetapkan dalam musyarawarah sebagai pengurus koperasi.

Tiga bulan setelah terbentuknya koperasi, ketiga tokoh tersebut beli mobil satu-satu. Masyarakat makin kagum dan makin segan kepada empat tersebut. Empat tokohpun makin angkuh membunyikan klakson mobilnya di desa tersebut. Sementara kabar aktifnya koperasi belum juga ada bertianya.

2.

Desa Gunung Petai ketiban rezeki lagi, desa ini menjadi sasaran program pedesaan. Pemerintah akan memberi dana 500 juta rupiah melalui lembaga keuangan mikro desa. Keempat tokoh ini kembali sibuk menjadi tokoh penting pembentukan Unit Ekonomi desa. Maka diundanglah musyawarah desa yang didampingi pendamping desa. Keempat tokoh ini mendominasi berbicara diforum tersebut sehinga rakyat kecil tidak bisa bicara kalaupun berbicara langsung dipatahkan. “Orang-orang seperti Bapak ini kalau minjam pasti tidak kembali, karena minjam untuk makan” ujar Nasrun semangat. Maka dapatlah keputusan rapat pembentukan Unit Ekonomi Desa yang pengurusnya dia-dia juga.

Dalam proses selanjutnya ternyata anggota Unit Ekonomi Desa itu Cuma 12 keluarga dari 500 keluarga yang ada. Mereka semua adalah keluarga dekat keempat tokoh tersebut. Dilihat dari daftar pinjaman keempat tokoh tersebut meminjam dalam jumlah yang sangat besar, sisanya 8 orang dibagi rata. Anggota masyarakat yang lain tidak bisa mendaftar karena dianggap miskin dan tak mungkin mampu mengembalikannya.

3

Bersamaan dengan cairnya dana program, petugas dari dinas koperasi mengunjungi desa tersebut karena sudah bertahun angsuran pinjaman koperasi dari kabupaten belum juga dibayar. Tentulah dinas koperasi ini menjumpai pengurusnya. Di depan dinas koperasi mereka bilang bahwa masyaraat tidak punya niat mau mengembalikan dana tersebut. Mereka pun meminta kemudahan ke dinas koperasi agar bisa bayar separoh saja dari 500 juta uang yang dipinjamkan Dinas Koperasi. Entah bagaimana caranya, setelah di desak dinas koperasi hutan koperasi lunas pada hari itu juga, tinggal sisa bunga yang belum dibayar. Toh mereka lolos juga akhirnya… tinggal nasib Usaha Ekonomi Desa yang menanggung beban …

4.

Yang terjadi diatas adalah merupakan bentuk komplotan para tauke untuk menghambat masuk akses modal ke masyarakat khususnya masyarakat miskin. Langkah ini penting bagi tauke untuk memperkokoh ketokohannya di desa. Mengapa hal diatas terjadi? Jawabannya sederhana karena program didiperuntuakan kepada masyarakat tidak ditujukan kepada penyelesaian masalah, tetapi hanya beroerintasi proyek semata. Seharusnya struktur yang menghambat seperti ini yang perlu diselesaikan dulu baru program di luncurkan

Hal lain yang mempermudah terjadinya komplotan ini, karena studi-studi sosiologi menunjukkan bahwa tauke tidak semata-maa berfungsi ekonomi tetapi juga berfungsi sosial-ekonomi yaitu sebagai penjamin kelangsungan sosial-ekonomi masyarakat khususnya kelangsungan persediaan konsumsi pokok harian. Oleh karana itu, tauke ini sangat penting keberadaannya bagi masyarakat pedesaan, tanpa adanya tauke ini ancaman kelaparan di pedesaan menjadi momok yang menakutkan.

Walau pun pada kenyataannya keberadaan tauke ini sangat menghisap dan tidak memungkin masyarakat yang terikat dengannya berpeluang menjadi lebih baik. Hal ini sesuai dengan sifatnya sebagai patront struktur tidak menginginkan adanya tandingan. Oleh sebab itu. Apa lagi ada hukum tidak tertulis jika taukenya bangkrut maka tauke tersebut tidak dapat menagih piutangnya kepada client-nya selama ini.

LSM Pelat Merah

Opini M.Rawa El Amady

Setelah reformasi, para pekerja LSM tidak lagi menyebut dirinya LSM, tetapi menyebut dirinya dengan organisasi non pemerintah (ORNOP). Penyebutan ini diambil dari arti Non Goverment Organisation (NGO) atau organisasi non pemerintah. Secara harpiah semua organisasi non pemerintah dikatagorikan LSM, baik itu atas swadaya sendiri, bantuan asing, bantuan dari pihak swasta, ataupun mengumpulkan dana masyarakat.
Di barat umumnya ORNOP dibangun atas dasar kesalehan sosial karena sudah mampu secara ekonomi. Hadiah nobel misalnya dibangun karena keberhasilan nobel dibidang iptek dan dia menginginkan hal sama dilakukan oleh generasi berikutnya. Perusahaan-perusahaan besar membuat ORNOP untuk kepentingan informasi pengembangan pasarnya seperti Ford Foundation, Tifa dan lain-lainnya. Bahkan negarapun membuat ORNOP, seperti USAID, AUSAID dan lain-lainnya yang bertujuan untuk membantu negara lain secara non G to G (bukan negara ke negara).
Sebelum Indonesia merdeka pendirian ORNOP lebih bercorak pada perlawan kepada penjajah, kita kenal Boedi Oetomo, NU, Muhamadyah dan sebagainya. Tujuannya tidak lain mengorganisir masyarakat agar mempunyai kemampuan yang lebih baik, yang akan dipersiapkan untuk melawan belanda. Bahkan pada awal kemerdekaan berdirinya beribu-ribu laskar yang menjadi kekuatan perang utama bangsa Indonesia untuk berperang.
Pada masa Orde Baru berdiri banyak ORNOP yang secara spesifik melakukan advokasi kepada otoriterisme negara, yang domotori oleh Dawam Rahadjo dan Adi Sasono melalui LP3ES dilanjuktan dengan pendirian PPM (Pusat Pengembangan Masyarakat) walaupun coraknya lebih ke ilmiah yang banyak juga bekerja sama dengan pemerintah, lalu YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) oleh Adnan Buyung Nasution. Selain itu, kita kenal dengan Bina swadaya dan Dian Desa yang menggarap masyarakat desa. Pada tahun 1990-an ORNOP yang bersemberangan dengan pemerintah semakin berkembang yang menjadi motor bagi pembelaan hak-hak warga negara.

Ketika reformasi tiba, ORNOP mendapat tempat dalam sistem hukum negara, banyak pihak mendirikan LSM untuk kepentingan pribadi, disebut dengan LSM Plat Merah. LSM Plat Merah adalah istilah yang dibuat oleh teman-teman pekerja ORNOP untuk menyebut kelompok masyarakat yang masih memakai istilah LSM memakai baju Ornop dan penderitaan rakyat demi kepentingan pribadi.
LSM Plat Merah ini terbagi menjadi tiga katagori, pertama, LSM yang dibuat oleh pejabat di satuan kerja untuk melegitimasi pekerjaannya karena persyaratan undang-undang yang harus melibatkan ORNOP. Maka para pejabat tersebut membuat LSM yang pengurusnya anggota keluarga, yang tujuannya memanfaatkan dana negara untuk kepentingan pribadi.
Kedua, LSM yang dibuat oleh anggota DPR/DPRD baik sebelum menjadi anggota DPR/D maupun setelah menjadi angota DPR/D atau bahkan sudah tidak menjabat lagi sebagai anggota DPRD. Di DPRD Provinsi Riau setidaknya ada 24 anggota DPRD mempunyai LSM, atau mengarap seluruh dinas agar memberikan proyek LSM-nya, maka kita liat ada LSM yang menerbitkan buku setiap saat tapi yang diterbitkan itu hanya berita koran, atau mengambil tulisan orang di koran, termasuk tulisan saya tanpa pemberitahuan.
Ketiga, LSM yang dibentuk orang-perorangan yang menganggur tetapi mempunyai akses informasi yang lebih luas dengan tujuannya mencari uang melalui orang-orang yang bisa ditakutinya karena melakukan kesalahan. Kita sering lihat, ada yang antri di kantor-kantor pemerintah dan kantor DPR/D, perusahaan-perusahaan swasta karena ada tindakan yang melanggara hukum sementara mereka tahu satu informasi tersebut sehingaa dapat mereka ganti dengan kopensasi nilai uang tertentu. Kalau Ketua DPRD mengeluh atas tindakan LSM ini seharusnya DPR/D sendiri mengoreksi diri. Bagaimana keluhannya itu hidup dan berkembang dari tubuhnya sendiri.Seharusnya DPRD bertangung jawab untuk membuat aturan bagi “ORNOP” dalam pemanfaatan anggaran. Termasuk melarang anggota dewan mengajukan anggaran bantuan untuk LMS-nya sendiri.

Nah para pekerja LSM, anda berada di mana?

Pilkada Pekanbaru : Perseteruan Dua Rezim

Analisis Berita
Rawa El Amady

Dua Rezim berseteru membangun dinasti di Riau khususnya Pekanbaru. Rezim Rusli Zainal (RZ) dan Rezim Herman Abdullah (HA). Perseteruan dua rezim ini terlihat jelas pada berita Pemilihan Walikota tahun 2011 ini. Berita DPP Golkar menetapkan Septina Rusli sebagai calon wali kota Pekanbaru merupakan berita yang memperkuat bahwa Rezim RZ mengerem Rezim HA yang juga mengusung isterinya sebagai wakil calon wali kota Evi Herman.

Herman yang sudah dua kali menjadi wali kota Pekanbaru dan termasuk dertan 10 besar walikota terkaya di Indonesia berencana membangun dinasti dengan meletakan isterinya sebagai wakil wali kota penganti dirinya. Perkiraannnya, pada suksesi Gubernur Riau yang akan datang HA akan mencalonkan diri sebagai Gubernur Riau, jika Evi yang menjadi wakil walikota maka secara otomatis dinasti Heman akan lebih mudah menguasai Riau satu. Tapi, Golkar yang tadinya tempat HA bernaung sudah tidak bisa lagi menyediakan perahu bagi Evie.

Rezim RZ merencanakan pembentukan dinastinya jauh lebih matang. Lihatlah pimpinan partai ”besar”, Golkar dipimpin oleh saudaranya, PAN dimpimpin oleh bekas bawahannya, Demokrat dipimpin oleh mitranya, hanya PPP, PKS dan PDIP yang belum berpindah tangan dalam lingkaran rezimnya. Para bupati umumnya merupakan lingkaran dalam RZ itu sendiri. Oleh karena itu peluang Septina Rusli sangatlah besar dalam mencari perahu, Golkar dan Demokrat sudah mendukung Septina, dan saya yakin PAN dan PKB juga akan mendukung Septina. Harapan Evie menunggu PPP, PDIP dan partai kecil lainnya.

Berita-berita di koran sangat jelas menunjukan keberpihakan media pada Septina, setiap hari selalu muncul wajah Septina di hampir seluruh media cetak dan elektronik. Ini berarti Rezim RZ menguasai berbagai lini untuk menghentikan Rezim HA. Sementara wajah Evie Herman, muncul malu-malu di media, dan beberapa poster.

Ini berarti Pilwako Pekanbaru akan seru, karena perseturuan ini akan tampak juga pada level dukungan di masyarakat. Pada saat ini dukungan terhadap Evie Herman masih belum tampil terbuka. Tetapi tidak menolak kemungkinan jajaran pemerintah kota akan menjadi perpanjangan tangan bagi Rezim Herman untuk melawan dukungan pada Septina Rusli.

Jika kubu septina tidak begitu kuat dalam menghadapi Rezim HA, kemungkinan besar yang akan muncul sebagai pemenang adalah kubu alternatif misalnya calon dari PKS, atau calon dari PDI-P. Kita lihat saja nanti bulan Mei ....

Isu Reshuffle : Persiapan 2014

Analisis Berita :


Isu Reshuffle menjadi headline sudah hampir dua minggu di media cetak , televisi dan media online. Fokus pembahasannya adalah PKS, Golkar, PDI-P dan Gerindra. Isu ini menjadi sangat mengemuka ketika kekalahan pengagas pansus pajak di DPR karena mendapat dukungan dari partai Geridra.

Mari kita lihat, fokus berita ini ada dua, pertama, PKS (Partai Keadilan Sejahtera) menjadi partai yang selalu dipersalahakan dan mendapat ancaman yang sangat kuat untuk ditarik menterinya dan dikeluarkan dari koalisi. Pada hari ini (5/03) dua menteri dari PKS sudah disebut akan digantikan dari PDI-P dan Gerindra. Golkar, walaupun sering dibahas tetapi tidak sekencang PKS. Ini artinya pengantian menteri Golkar bukan target utama, melainkan mengantikan menteri Golkar yang bermasalah secara hukum. Ini berarti juga posisi Golkar di koalisi tidak akan digusur hanya posisinya sebagai penentu di setgab yang kemungkinan akan digantikan.

Kedua, usaha mati-matian Demokrat untuk menarik PDI-P masuk menjadi anggota koalisi. Sby berulang kali mengirim Hatta Rajasa untuk menemui petinggi PDI-P dalam hal ini Megawati. Namun megawati tidak memberi respon, justeru yang dimunculkan adalah Taufik Kemas dan Puan Maharani. Keinginan yang kuat dari SBY ini untuk mengajak PDI-P masuk koalisi ini, tentu berkolerasi dengan hubungan Gerindra dengan PDI-P sebelumnya. PDI-P dan Gerindara merupakan partai yang berkoalisi dalam pemilihan presiden. Tentu Gerindra tidak ingin ditunding meninggalkan PDI-P.

Melihat dari dua fokus berita tersebut, menurut saya target Reshuffle dan perombakan koalisi ini adalah tahun 2014 kelak. Masa jabatan Sby sudah berkahir dan tidak bisa lagi mencalonkan diri menjadi Presiden. Tokoh-tokoh demokrat belum ada yang mampu menyeimbangi SBY, sehingga diperkirakan kalau calon lain yang akan muncul tentu berdampak negatif terhadap perolehan suara demokrat. Menurut saya tahun 2014 demokrat tidak akan mencalon kadernya sebagai Presiden, melainkan mencari tokoh lain yang mampu mengimbangi Sby.

Demokrat melihat Prabowo sebagai tokoh yang pas untuk mengantikan SBY, dengan komposisi wakil dari Demokrat. Figus Prabowo bisa diandalkan untuk memenangkan pemilu yang akan datang. Megawati tidak mungkin lagi menang karena sudah dua kali kalah, golkar dianggap tidak berpengaruh dalam pemilihan Presiden, karena toh sudah dicoba pada pemilu yang lalu, ternyata tidak berpengaruh.

Bisa saya simpulkan, bahwa isu penggantian kabinet merupakan langkah awal kerjasama SBY dan Prabowo untuk menrintis jalan menuju pemilihan Presdien yang akan datang.
Nah, bagaimana pendapat anda?

Patron Politik Sudah Tidak Diperlukan



Patron politik merupakan struktur sosial yang terdapat dalam masyarakat yang terbentuk atas kepentingan politik dimana seseorang atau satu organisasi dipercaya sekelompok orang sebagai tempat saluran kepentingan politiknya. Misalnya warga NU mempercayai pengurus NU terutama ketua umum NU sebagai penyalur aspirasinya, sebagai konsekwensi maka seluruh keputusan NU menjadi keputusan seluruh angotanya. Atau seperti yang dilakukan Gus Dur, dimana Gus Dur dipercaya oleh pengikutnya sebagai penyalur aspirasi politiknya, maka apapun keputusan yang diambil Gus Dur dipandang akan didukung sepenuhnya oleh pendukungnya.
Pada negara yang masih paternalistik dan rezim otoriter patron politik ini memegang peranan yang sangat penting, karena tidak semua mempunyai akses dan bisa terlibat langsung dalam proses politik. Untuk memperjuangkan kepentingannya rakyat tersebut diperlukan orang atau pimpinan sekelompok orang untuk memasukan isu kepentingan tersebut ke mesin politik, sehingga menghasilkan keputusan yang memihak kepada kepentingan kelompok rakyat tersebut.
Padahalnya Indonesia telah melalui proses reformasi yang menghantar kepada demokratisasi politik. Demokratisasi secara langsung memotong jalur patronase politik, rakyat bisa secara langsung memutuskan suaranya tanpa bisa diintervensi oleh struktur patronase yang ada. Ini berarti struktur patronase yang berlaku pada masyarakat tradisional dan otoriter dengan sendirinya terabaikan.
Hal lain yang termasuk penting adalah akses informasi yang sangat luas tanpa batas, televisi bisa diakses oleh seluruh rakyat dengan berbagai chanel, begitu juga radio, surat kabar, telepon genggam, dan internet. Rakyat bisa dengan mudah mendapat pelajaran dan perbandingan melalui akses informasi tersebut, sehingga akan menghapus monopoli informasi di tangan patron.
Melalui demokratisasi dan luasnya akses informasi memberi otonomi seluas-luas bagi rakyat untuk mengambil keputusan apa yang dirasa dan dipandangnya baik. Maka secara langsung atau tidak langsung fungsi patron politik tersebut bukan hanya melemah tetapi hampir hapus. Contoh yang sangat jelas adalah kemenangan SBY pada pemilihan umum presiden tahun 2004, begitu koalisi besar yang dibangun oleh Partai Demokrat tahun hampir tidak implementatif secara utuh karena beberapa organisasi sayap, dan anggota partai lain yang mengambil keputusan yang berbeda dengan keputusan partai. Belum lagi, hasil pemilihan Gubernur di Jawa Barat dan Sumatera Utara menunjukkan bahwa kemenangan kedua gubernur tidak mempunyai kolerasi yang positif terhadap kemenangan partai.
Dengan demikian, maka patron politik tidak begitu relevan dengan kondisi keindonesiaan sekarang. Indonesia sekarang bukan lagi negara otoriter dan paternalistik, justeru sebaliknya sifat paternalistik yang melekat pada rakyat Indonesia mulai kabur, dan setiap orang mempunyai otoritas yang kuat atas dirinya dalam menentukan pilihan politiknya. Patron politik hanya pada pengambilan keputusan di legislative karena anggota DPR yang terikat dengan partai dimana dia berasal. Tetapi dalam pemilihan umum, khususnya pemilihan presiden idiom-idiom patron politik tersebut kurang memberi makna bagi kemenangan calon presiden.
Atas dasar itulah maka saya menyebut mereka hanya patron semu, ini dimaksudkan bahwa patron yang saya maksud bukan arti sebenarnya, tetapi lebih kepada arti kepentingan yang sempit yang tidak sesuai dengan arti sebenarnya. Patron tanda petik diatas dimaksudkan sebagai manipulatif yang dilakukan aktor patron tersebut, yang mengatas namakan kliennya tetapi sebenarnya hanya untuk kepentingannya sendiri,
Klient mengambang yang saya maksudkan adalah rendahnya ikatan antara patron dan klient, dalam hal ini misalnya ketua umum organisasi atau tokoh masyarakat dengan anggota atau masyarakat yang memandang seseoran tersebut sebagai tokoh. Hal mana, anggota organisasi tersebut tidak secara meyakinkan bisa diintervensi dalam hal mengambil keputusan yang sama dengan pimpinannya. Jadi apa yang diklaim oleh pimpinan partai, pimpinan organisasi masyarakat, organisasi profesi, perkumpulan dagang, tokoh agama, tokoh adat, pensiunan tentara dan polisi dan tokoh sosial lainnya melakukan dukungan sudah dipastikan hanya dukungan mengambang yang tidak memiki dukungan suara yang pasti. Jangan patuh kepada tokoh dan pimpinan, bahkan partai berbasis agamapun tidak mampu mempengaruhi rakyat pemilih.
Melalui tulisan ini, saya ingin mengingatkan para presiden agar tidak terjebak dalam kerangka pikir struktural fungsional yang sangat mementingkan patron politik sehingga mengabaikan kekuatan yang riil yang datang dari rakyat. Sering sekali, dukungan politik oleh “patron” poitik ini menjadi arena politik dagang sapi. Karena dukungan partai, dukungan organisasi yang disampaikan pimpinannya menyebabkan keharusan presiden berbagi kekuasaan. Padahal mereka bukanlah kekuatan riil yang mewakili rakyat.***

my lovely wife